Translate

Jumat, 06 Juli 2012

Panji Semirang Cerita rakyat dari Jawa Timur

Tersebutlah sebuah kerajaan bernama Jenggala, dengan putra mahkotanya bernama Raden Inu Kertapati. Dia berwajah rupawan, badannya tegap, dan sangat ramah kepada siapa saja, tanpa memandang status dan jabatannya. Dia sudah bertunangan dengan Dewi Candra Kirana, putri Kerajaan Kediri. Suatu waktu, Raden Inu Kertapati berangkat ke Kerajaan Kediri untuk menemui tunangannya. Rombongannya lengkap dengan perbekalan dan pengawal yang siap siaga. Di tengah perjalanan, rombongan Raden Inu diberhentikan oleh gerombolan dari Negeri Asmarantaka yang dipimpin oleh Panji Semirang. Melihat ada orang yang menyuruhnya berhenti Raden Inu bersiap-siap seandainya harus bertempur. Akan tetapi gerombolan tersebut tidak menyerang mereka. Mereka hanya meminta Raden Inu untuk bertemu dengan pemimpinnya, Panji Semirang. Tanpa rasa takut Raden Inu menemui Panji Semirang, yang menyambutnya dengan ramah, sehingga Raden Inu bertanya, “Rupanya engkau tidak seperti yang selama ini diceritakan orang-orang, wahai Panji Semirang?”. Panji Semirangpun mengatakan bahwa selama ini dia hanya mengundang rombongan untuk bertemu dengannya, siapa yang tidak berkenan, maka tidak dipaksa. Akhirnya Raden Inu melanjutkan perjalanannya, setelah menceritakan bahwa dia sedang menuju Negeri Kediri, untuk menemui calon istrinya, Dewi Candra Kirana. Radin Inu baru pertama kali bertemu dengan Panji Semirang. Namun selama pertemuan tersebut dia merasa seperti sudah mengenalnya sebelumnya, sehingga langsung merasa akrab. Hanya saja Raden Inu tidak dapat mengingat kapan dan di mana dia mengenal Panji Semirang. Setelah merasa cukup berbincang-bincang dengan Panji Semirang, Raden Inupun melanjutkan perjalanannya menuju Kediri. Tiba di Kediri, rombongan Raden Inu disambut dengan meriah. Bahkan selir Raja Kediri bernama Dewi Liku yang memiliki putri bernama Dewi Ajeng ikut menyambut kehadiran Raden Inu Kertapati. Hanya saja Raden Inu tidak melihat kehadiran Dewi Candra Kirana. Ketika Raden Inu menanyakan keberadaan Dewi Candra Kirana, Dewi Ajeng mengatakan bahwa Dewi Candra Kirana menderita sakit ingatan dan sudah pergi lama dari kerajaan. Mendengar keterangan kepergian Dewi Candra Kirana, Raden Inu kaget sekali sehingga jatuh pingsan. Iapun segera dibawa masuk ke dalam istana. Memanfaatkan kesempatan ini, dan dengan tipu muslihatnya, akhirnya Dewi Liku berhasil memperdaya Raja Kediri sehingga menikahkan Raden Inu Kertapati dengan Dewi Ajeng. Menjelang acara pernikahan ini segala macam persiapan diperintahkan oleh Raja Kediri, pesta yang sangat meriah. Rupanya rencana jahat Dewi Liku tidak berhasil. Tiba-tiba terjadi kebakaran hebat yang menghancurkan seluruh persiapan pernikahan tersebut. Melihat kejadian tersebut, Raden Inu dan rombonganpun meninggalkan istana, dan setelah berada jauh dari istana, diapun tersadar dan teringat kembali dengan Dewi Candra Kirana, yang sangat mirip sekali dengan Panji Semirang. Dia berpikir bahwa bisa jadi Panji Semirang adalah Dewi Candra Kirana. Kemudian dia dan seluruh rombongannya menuju Negeri Asmarantaka, tempat Panji Semirang berada. Rupanya Panji Semirang sudah meninggalkan negeri tersebut. Tanpa putus asa, Raden Inu mencari keberadaan Panji Semirang hingga akhirnya tibalah mereka di Negeri Gegelang, yang rajanya masih kerabat dari Raja Jenggala. Di Negeri Gegelang ini Radn Inu disambut dengan gembira. Rupanya, Negeri Gegelang sedang menghadapi kesulitan, yaitu sedang diganggu oleh gerombolan perampok yang dipimpin oleh Lasan dan Setegal. Akhirnya, Raden Inu Kertapati bersama-sama dengan pasukan dari Negeri Gegelang menghadapi para perampok. Raden Inu mengerahkan segenap kemampuannya menghadapi perampok tersebut, dan berhasil mengalahkannya hingga pimpinan perampok tersebut mati. Pesta tujuh hari tujuh alam diadakan untuk menyambut kemenangan Raden Inu Kertapati dan pasukannya. Pada malam terakhir pesta tersebut Raja memanggil seorang ahli pantun, seorang pemuda bertubuh gemulai. Pantun yang dibawakannya berisi cerita perjalanan hidup Dewi Candra Kirana dan Raden Inu Kertapati, hal yang membuat Raden Inu menjadi sangat penasaran sehingga akhirnya menyelediki siapa sebenarnya ahli pantun tersebut. Selidik punya selidik, rupa-rupanya ahli pantun tersebut memang adalah Panji Semirang alias Dewi Candra Kirana. Dewi Candra Kirana bercerita bahwa memang Dewi Liku yang membuatnya hilang ingatan hingga akhirnya keluar dari istana Daha. Dia disembuhkan oleh seorang pertapa yang memiliki kemampuan mengobati berbagai penyakit. Setelah semua misteri terungkap jelas, akhirnya Raden Inu Kertapati kembali ke Negeri Jenggala untuk melangsungkan pernikahan meriah, dan menjadi sepasang suami istri yang hidup berbahagia.

Minggu, 10 Juni 2012

Cerita Kresna di India


Nama Kresna didapat dalam Regweda. Diceritakan, Kresna muncul sebagai anak Dewaki yang pandai dan bijaksana. Ada lagi nama Kresna, nama seorang resi anak laki-laki Wiswaka. Dewa besar bernama Kresna bersama sepuluh ribu pengikut melakukan pengrusakan, kemudian dikalahkan oleh Indra. Dalam syair Weda diceritakan limapuluh ribu Kresna terbunuh. Dalam mitologi India diceritakan Kresna adalah pahlawan paling cemerlang, dewa paling populer. Ia adalah awatara Wisnu yang kedelapan, bahkan dikatakan jelmaan Dewa Wisnu. Kresna juga dikenala dalam banyak legenda dan fable, hidup dalam cerita epos. Kresna ikut mengambil bagian dalam cerita Mahabharata. Cerita-cerita pendek banyak yang mengangkat Kresna sebagai dewa.
Cerita Kresna berkembang pula dalam cerita Hariwamsa. Dalam kitab purana lebih banyak ceritanya, terutama dalam Bhagawatapurana. Dalam kitab itu kisah hidup Kresna sejak awal diceritakan secara teriinci dan disenngi bnaayak orang. kenakalan sejak kanak-kanak, kesalahan dn cerita cinta masa remaja amat menarik. Cerita awal kehidupan Kresna merupakan ciptaan baru, sedang cerita yang berkaitan dengan tokoh Pandawa lebih banyak berkembang.
Kresna berasal dari suku Yadawa, keturunan Yadu, salah satu anak Yayati. Suku Yadawa hidup sebagai penggembala, tinggal ditepi sungsi Yamuna, di Windawana barat. Pada waktu itu berkuasalh Kamsa raja Boja, anak Ugrasena. Setelah mengusir ayahnya, Kamsa memerintah Matura dekat Wrindawana. Ugrasena mempunyai saudara laki-laki bernama Dewaka. Dewaka mempunyai anak perempuan bernama Dewaki. Dewaki kawin dengan Wasudewa anak Sura, keturunan Yadu.
Kisah kelahiran Kresna dimuat dalam kitab Wisnupurana dan Mahabharata. Diceritakan dewa Wisnu mencabut dua helai rambut putih dan hitam. Rambut itu dimasukkan dalam rahim Rohini dan Dewaki. Hamillah dua isteri Wasudewa itu. Rohini melahirkan Balarama, Dewaki melahirkan Kresna atau Kesawa. Wasudewa adalah saudara Kunti isteri Pandu. Maka Kresna adalah saudara sepupu tiga saudara Pandawa.
Kresna anak periang dan besar di antara gembala. Kekuatan bahunya terkenal di tiga dunia. Ia membunuh raja Haya yang tinggal di hutan Yamuna, membunuh Danawa berwujud banteng dahsyat yang menakutkan, membunuh Pralambang, Naraka, Yamba, Pita, Asura dan Muru. Ia membunuh Kamsa yang dibnatu oleh Jarasanda. Bersama Balarama ia menghancurkan Sunaman saudara Kamsa dan raja Surasena. Kresna menang dalam sayembara bagi anak perempuan raja Gandara, mengalahkan Jarasanda, Sisupala, Samba dan menguasai kota para Ditya di tepi laut. Ia mengalahkan suku Angga dan Bangga. Di dasar laut ia megalahkan Waruna, di dasar bumi ia mengalahkan Pancajana dan memperoleh kerang Pancajanya. Bersama Arjuna memadamkan kemarahan Agni di hutan Kandawa dan memperoleh sanjata cakra. Ia mengacau Amarawati dengan kendaraan garuda, mengacau kota Indra dan melarikan Parijata.
Kresna manaklukana raja Boja dan melarikan Rukmini, kemudian diperistrinya. Ia menghancurkan orang-orang Gandara, mengalahkan anak Nagnajit dan membebaskan raja Sudarsana dari tahanan musuh. Ia membunuh Pandya dengan kepingan daun pintu, menghancurkan orang-orang Kalingga di Dantakura.
Kresna berhasil memulihkan kota Benares yang habis terbakar. Ia membunuh Ekalawya raja Nisada dan iblis Jamba. Bersama Balarama ia menaklukan raja Sunaman anak Ugrasena, kemudian menyerahkan kerajaan Mathura kepada Ugrasena. A menaklukan kota Sauba dan raja Salwa, dan memperoleh senjata Satagni yang sakti.
Kresna menolong Indra untuk mengalahkan Naraka yang melarikan anting-anting permata milik Aditi dan dibawa ke Pragjotrisna. Kresna berhasil menewaskan Muru dan Oga, kemudian Naraka. Anting-anting permata berhasil direbut kembali dari tangan Naraka.
Kresna adalah bangsawan Dwaraka, hadir dalm sayembara Drauoadi. Ia membantu memberi jawaban sayembara, sehingga Draupadi dapat diboyong oleh Arjuna.
Ketika Pandaw menguasai Indraprastha Kresna mengunjungi mereka dan ikut berburu ke hutan Kandawa. Di hutan itu Kresna dan Arjuna memihak Agni yang ingin membakar hutan. Tetapi dihalang-halangi oleh Indra. Agni memberi Cakra dengan nama Wajranaba dan gada bernama Kaumodaki. Indra dapat dikalahkan, Agni membakar hutan Kandawa.
Ketika Arjuna berkunjung ke Dwaraka diterima oleh Kresna dengan gembira. Pada waktu itu Arjuna jatuh cinta pada Subhadra, adik Kresna. Kresna menyetujui percintaan Subhadra dan Arjuna, tetapi Balarama menolak maksud Arjuna memperistri Subhadra.
Ketika Yudhisthira ingin menyelenggarakan upacara korban Rajasuya, Kresna menyarnkan agar ia menaklukan Jarasanda raja Magada. Jarasanda diserang dan tewas. Tindakan itu dilakukan sebagai balasan ketika Kresna dipaksa meninggalkan Mathur dan pindah ke Dwaraka. Kresna menghadiri upacara korban Rajasuya, ditempat itu bertemu Sisupala yang istrinya telah dilarikan oleh Kresna. Sisupala menghina dan bersikap keras. Kresna berang, Sisupala di cakra, putus kepalanya.

Tragedi Bangsa Yadawa (Jatidiri dan Sifat Kepemimpinan Kresna)


Kresna menghadiri perjudian antara Yudhistira dengan keluarga Korawa. Ketika Draupadi dipertaruhkan dan kalah, ia ditarik oleh Duhsasana masuk ke balai agung. Duhsasana melucuti pakaian Draupadi, tetapi Kresna segera menggantikan pakaian yang dilepas itu. Karena kalah berjudi, Pandawa dibuang ke hutan. Setelah berakhir masa pembuangan bagi para Pandawa, Kresna hadir dalam perundingan dan menganjurkan penyelesaian secara damai. Kresna kembali ke Dwaraka, Arjuna dan Duryodhana mengikutinya. Masing-masing berusaha untuk menarik Kresna agar berpihak kepadanya. Kresna menolak ajakan mereka, ia tidak akan aktip dalam perang yang mungkin terjadi, sebab ia mempunyai hubungan saudara terhadap mereka. Ia mengajukan usul, agar mereka memilih antara pribadinya sebagai pendamping dan penggunaan pasukan perangnya. Pada waktu perundingan, Arjuna lebih dahulu datang, dan memilih Kresna. Raja Duryodhana dengan gembira memilih pasukan perang. Kelak Kresna menjadi sais Arjuna di medan perang.

Atas permintaan Pandawa, Kresna diminta pergi ke Hastina sebagai penengah, tetapi usaha Kresna tidak berhasil. Terpaksa mereka melakukan persiapan perang. Sebelum perang besar, Kresna bertindak sebagai sais kereta perang, ia menyampaikan sanjak suci Bhagawadgita.
Kresna amat berjasa dalam perang besar itu. Dua kesempatan Kresna menyarankan pada Pandawa. Ia membisikan kebohongan, agar Yudhistira membuyarkan keperkasaan Drona. Bhima disuruh menghancurkan paha Duryodhana. Setelah berpesan Kresna pergi ke Hastina menghadiri upacara korban Aswameda. Di Dwaraka Kresna mengumumkan larangan minum anggur. Kemudian bermunculan pertanda dahsyat dan menakutkan di seluruh masyarakat Dwaraka. Kresna menyuruh agar orang-orang pergi ke pantai daerah Prabasa, mohon agar dewa tidak marah. Mereka diijinkan minum anggur, tetapi hanya sehari. Mereka bermabuk-mabukan, akibatnya Pradyumna tewas bersama semua perwira Yadawa. Balarama bebas dari kemelut itu, kemudian meninggal dengan tenang di bawah sebatang pohon. Kresna terbunuh secara tidak sengaja oleh pemburu bernama Jaras. Kresna disangka rusa, lalau dipanah oleh pemburu itu. Arjuna pergi ke Dwaraka dan menyelenggarakan upacara berkabung bagi Kresna. Istri Kresna membakar diri di padang Kuruksetra.
Sumber cerita lain menceritakan Kresna sebagai berikut: Beberapa bagian cerita Mahabharata menempatkan tokoh Kresna di bawah Mahadewa Siwah. Kresna sebagai pemuja Siwah, maka diperoleh berbagai hadiah dari Siwah dan Uma.
Kisah hidup Kresna yang terkenal terutama pada masa kanak-kanak dan masa remaja. Banyak diungkapkan dalam kitab Purana.
Ramalan Narada dikatakan kepada Kamsa, bahwa kelak akan lahir anak laki-laki dari Dewaki, kemudian akan menghancurkan dan menaklukan kerajaan Kamsa. Untuk mencegah bahaya itu Kamsa menahan Dewaki di istananya. Dewaki adalah anak perempuan saudara laki-laki Kamsa. Enam anak yang dilahirkan Dewaki dibunuh oleh Kamsa. Pada kehamilan yang ke tujuh bayi itu inkarnasi Wisnu, dan secara luar biasa dipindahkan dari kandungan Dewaki ke kandungan Rohini istri ke dua Wasudewa. Bayi yang lahir diberi nama Kresna. Bayi itu mempunyai seuntai rambut aneh tumbuh di dada. Para dewa berusaha menyelamatkan bayi luar biasa itu. Para penjaga istana diguna-guna sehingga tertidur, kancing pintu dilepas, Wasudewa mendukung bayi dibawa lari ke Mathura. Mereka sampai di tepi sungai Yamuna, menyeberang ke rumah Nanda. Nanda itu seorang gembala, isterinya bernama Yasoda. Pada malam itu juga Yasoda baru melahirkan bayi perempuan. Wasudewa menukarkan bayi Balarama dan Kresna dengan bayi Yasoda. Bayi Yasoda diserahkan kepada Dewaki. Kamsa tahu tipu muslihat Wasudewa, lalu menyuruh agar setiap bayi luar biasa dibunuhnya. Wasudewa dan Dewaki dilepas dari istana, karena dianggap tidak berbahaya lagi.
Nanda membawa bayi bersama Yasoda, Rohini, dan Balarama pergi ke Gokula. Di tempat itu Balarama dan Kresna menjadi dewasa.
Sejak kanak-kanak sampai masa dewasa dua anak itu gemar bermain dan bercanda. Kekuatan mereka sangat menakjubkan, namanya menjadi terkenal.
Kamsa selalu berusaha mencari kematian Kresna. Iblis betina bernama Putana beralih rupa menjadi perempuan cantik, ia ditugaskan untuk membunuh Kresna. Putana berhasil menemui pengasuh Kresna dan menjadi inang pengasuh. Sewaktu Putana menyusui Kresna, anak itu kuat-kuat menghisap air susu, sehingga Putana tewas. Iblis lain berusaha untuk menggilas dengan pedati, pedati ditendang, hancur berantakan. Iblis bernama Triwarata beralih rupa menjadi angin pusar, terbang membawa Kresna. Kresna memaksa angin kembali ke daratan dengan keras, iblis menjadi hancur dan tewas.
Pada suatu hari Kresna memecahkan tempayan berisi susu dan keju. Susu dan keju habis dimakannya. Yasoda marah besar, Kresna diikat dengan seutas tali pada sebuah tempayan besar. Kresna menarik tempayan itu, tali pengikat menyangkut dua pohon besar. Tumbanglah pohon itu bersama akar-akarnya. Orang-orang menyebut Kresna dengan nama Damodhara.

Sang Petualang (Jatidiri dan Sifat Kepemimpinan Kresna)


Kresna pernah berkelahi dengan ular besar Kaliya yang tinggal di sungai Yamuna. Ular tersebut dipaksa pergi dari sungai tersebut.
Pada waktu para gadis pemerah susu sedang mandi, Kresna melarikan pakaian mereka, lalu memanjat pohon. Dengan telanjang gadis-gadis itu mengejar dan merebut pakaian mereka.
Kresna membujuk agar Nanda dan para gembala berhenti memuja Indra, mereka disuruh memuja gunung Gowardana. Kresna mengangkat gunung Gowardana dan ditopang dengan jari tangannya, kemudian untuk berlindung selama tujuh hari. Karena kehebatannya itu Kresna mendapat sebutan Gowardanadhara dan Tungisa. Sebagai pelindung lembu, Indra menyatakan puas hati, lalu memberi sebutan Upendra.
Pada waktu Kresna menginjak masa dewasa, para gadis penggembala jatuh cinta kepadanya. Ia mengawini tujuh atau delapan di antara mereka., tetapi isteri yang pertama dan sangat disayangi hanyalah Rada. Pada masa kehidupannya itu Kresna digambarkan dengan rambut berombak, sebuah seruling ditangannya. Salah satu acara pengisi waktu Kresna sering menari bersama Rada, para gadis lain ikut menari di sekelilingnya. Tarian itu bernama Mandalanritya atau Rasamandala.
Kamsa selalu mengirimkan iblis untuk mengganggu Kresna. Pernah disuruhnya Arista dan Kesin dalam wujud banteng dan kuda untuk membunuh Kresna. Setelah usaha Kamsa gagal, Balarama dan Kresna diundang supaya datang ke Mathura untuk menghadiri beberapa acara pertandingan. Kamsa telah bersiap-siap untuk menghancurkannya. Balarama dan Krersna menerima undangan itu, lalu pergi ke Mathura. Sampai di batas kota mereka berjumpa tukang cuci abdi Kamsa. Cucian ditumpahkan, Balarama dan Kresna dicacimaki. Tukang cuci dibunuh, pakaian yang baik diambil lalu dipakainya.
Kresna berjumpa Kubya, gadis bungkuk yang membawa minyak jebad. Gadis itu dibuatnya dapat berdiri tegak.
Balarama dan Kresna menghadiri upacara pertandingan. Kresna membunuh Chamura pendekar raja Mathura. Kemudian berhasil membunuh Kamsa. Ugrasena diminta naik tahta kembali. Kresna tinggal di Mathura belajar seni berperang kepada Sandipani.
Kresna pergi ke neraka menjemput enam saudaranya yang dibunuh oleh Kamsa sewaktu masih bayi. Bayi-bayi itu setelah menikmati susu ibu, lalu naik ke nirwana.
Kresna pernah membunuh iblis bernama Pancajana yang menyerang anak gurunya. Iblis itu tinggal di laut dalam wujud kerang. Kresna menggunakan kerang untuk terompet dan diberi nama Pancajanya.
Kedua isteri Kamsa adalah anak perempuan Jarasanda raja Magada. Raja Magada itu mengumpulkam pasukan untuk menyerang Mathura, tetapi dapat dikalahkan oleh Kresna. Delapanbelas kali raja Magada berusaha untuk membunuh Kresna, tetapi tidak pernah berhasil. Raja itu dapat dikalahkan oleh Kresna.
Musuh baru bernama Kalayawana mengancam Kresna. Kresna merasa tidak mampu, lalu pindah ke Guzarat dan membangun kota Dwaraka. Selama bermukim di Dwaraka, Kresna melarikan Rukmini dan memperisterinya. Rukmini anak raja Widarba itu telah ditunangkan dengan Sisupala. Kisah lain yang menceritakan perkawinan Kresna. Seorang perwira Yadawa bernama Satrajit mempunyai permata indah bernama Syamantaka. Kresna sangat mencintainya. Pengawasan permata itu diserahkan kepada Prasena. Tetapi Prasena kemudian meninggal karena seekor singa hutan. Singa dibunuh oleh Jambawat raja beruang. Satrajit mendakwa Kresna melarikan permata. Untuk membersihkan diri Kresna masuk ke hutan untuk menyelidiki kematian Prasena. Kresna bertemu Jambawat dan berhasil merebut permata. Kemudian Kresna memperistri Jambawati anak perempuan Jambawat, dan juga memperisteri Satyaboma anak Satrajit.
Kresna mempunyai isteri 16.000 lebih dan beranak 180.000 anak laki-laki. Dari Rukmini lahir anak laki-laki bernama Pradyumna dan anak perempuan bernama Carumati. Perkawinannya dengan Jambawati beranak Samba, dengan Satyaboma beranak sepuluh anak laki-laki.
Indra datang kepada Kresna minta bantuan untuk menumpas iblis Naraka. Kresna bersedia, lalu pergi ke kerajaan Naraka. Mula-mula berhasil membunuh iblis Muru penjaga kota, kemudian membunuh Naraka.
Kresna berkunjung ke istana Indra bersama Satyaboma, atas usul Satyaboma, Kresna mencabut pohon Parijata yang termashur, berasal dari buih air laut. Pohon itu Saci isteri Indra. Saci mengadu kepada Indra. Indra menyusun kekuatan untuk merebut pohon itu, tetapi tidak berhasil, bahkan kalah melawan Kresna.
Pradyumna mendapatkan anak laki-laki bernama Arimuda. Arimuda dicintai oleh Usa anak Bana. Usa minta bantuan sahabatnya untuk melarikan Arimuda dan Kresna. Balarama dan Pradyumna berusaha menyelamatkannya. Bana dibantu Siwa dan Skanda menghadang mereka. Kresna dengan senjata bius membuat Siwa menjadi lengah. Siwa berhasil dikalahkannya. Skanda cedera, Bana bertempur dengan gigih, akhirnya luka parah. Atas permintaan Siwa, Bana diampuninya, Arimuda dilepaskannya.
Panudraka adalah laki-laki keturunan tokoh bernama Wasudewa. Karena ia keturunan Wasudewa yang sama nama dengan ayah Kresna, lalu membuat lambang-lambang Kresna. Ia bersekutu dengan raja Kasi atau Benares. Kresna membunuh Panudraka dan meluncurkan senjata cakra yang bernyala-nyala untuk membinasakan negara Kasi.
Kresna sungguh terkenal dan mempunyai banyak sebutan atas hubungan keluarga, petualangan dan watak pribadinya. 

Kresna dalam Kesastraan Jawa Kuna (Jatidiri dan Sifat Kepemimpinan Kresna)


Cerita kelahiran dan masa remaja Kresna dimuat dalam kakawin Kangsa (Naskah Kirtya No. 844) Basudewa raja Mathura menguasai bangsa Yadu, Wresni dan Andhaka. Basudewa mempunyai saudara nak-sanak bernama Kangsa yang lahir dari rasaksi Pragamini, keturunan Lawana. Setelah menjadi raja Kangsa amat kejam, menindas bangsa Yadu. Wisnu menjelma lewat Dewaki atau Raiwati isteri kedua Basudewa, Basuki lewat Rohini isteri Basudewa yang pertama. Cerita dalam kakawin Kangsa atau Kresnandaka selanjutnya menceritakan kehidupan Kresna pada masa kecil dan remaja. Kangsa menerima ramalan Narada, bahwa kelak Kangsa akan mendapat musibah yang berasal dari anak yang sekarang masih dalam kandungan. Kangsa percaya akan ramalan Narada itu, lalu menyuruh semua perempuan yang sedang mengandung harus dibunuhnya. Isteri Basudewa yang sedang mengandung dapat diselamatkan sehingga mereka tidak terbunuh.
Dua isteri Basudewa melahirkan anak. Rohini lebih dahulu melahirkan Baladewa, kemudian Dewaki melahirkan Kresna. Kangsa selalu ingat ramalan Narada, maka ia berusaha membunuh Kresna dan Baladewa. Kangsa menugaskan raksasi Nanakotana untuk berhias seperti manusia cantik, dan supaya menjadi inang di Mathura. Inang itu supaya berusaha membunuh Kresna dengan menyusukannya pada buah dadanya yang sudah dioles dengan bisa. Ketika menyusui inang itu digigit susunya oleh Kresna, dan mati seketika.
Wahru mengetahui usaha Kangsa yang amat kejam itu. Isteri Basudewa dan dua anaknya diungsikan ke Gobraja daerah Magadha, dititipkan kepada Antagupta dan Ayaswadha. Peternak lembu itu memelihara Baladewa dan Kresna dengan rasa cinta kasih seperti anaknya sendiri. Sepuluh tahun di Magadha dua anak itu tumbuh menjadi remaja yang sakti, tampan dan menarik banyak anak.
Kangsa ingat ramalan Narada, lalu menaklukkan Magadha yang dikuasai bangsa Yadu. Ia berusaha menemukan anak Basudewa yang telah lama bersembunyi, lalu akan mengadakan adu raksasa melawan bangsa Yadu di Magadha.
Basudewa mengutus Wabhru agar datang ke Gobraja, memberi tahu kepada Antagupta tentang usaha Kangsa. Kresna dan Baladewa tahu rencana pertandingan di Magadha itu. Mereka berdua ingin melihatnya. Antagupta melarang, tetapi mereka bersikeras untuk datang menyaksikan pertandingan itu. Mereka meninggalkan Gobraja menuju ke kerajaan Magadha. Perjalanan mereka diserang buaya. Buaya berhasil dibunuh oleh Kresna, kemudian berubah menjadi bidadari. Bidadari itu bernama Puspakindama, ia merasa diruwat, lalu menyampaikan rasa terima kasih, dan menyerahkan Cakra Sudarsana kepada Kresna. Setelah menerima senjata mereka meneruskan perjalanan. Sewaktu menyeberang sungai Saraswati mereka diserang ular naga. Ular naga berhasil dibunuh oleh Baladewa. Ular naga mati dibawa arus sungai. Kemudian naga itu kembali datang, mengaku utusan Anantabhoga, bernama Jambuwana, menyerahkan senjata dahsyat bernama Langghyala. Baladewa menerima senjata. Mereka berdua meneruskan perjalanan ke Magadha.
Selama menyusuri kota Magadha, Kresna menyembuhkan wanita bongkok menjadi tegak. Wanita itu bernama Samantara, abdi Wabhru. Kedatangan Baladewa dan Kresna diserang oleh raksasa, tetapi semua raksasa dapat dikalahkannya. Mereka berdua menyusup di kelompok orang-orang Yadu.Basudewa dan Wabhru gembira melihat kehadiran Kresna dan Baladewa. Kresna dan Baladewa berhasil membunuh sejumlah besar raksasa. Kangsa mengamuk, tetapi akhirnya mati terbunuh oleh senjata Cakra. Semua raksasa dimusnahkan oleh Kresana dan Baladewa. Para dewa ikut bergembira. Indra datang ke Magadha, menghidupkan orang-orang Yadu yang mati dibunuh oleh prajurit Kangsa (sumber bacaan: Naskah Kakawin Kangsa atau Kresnandhaka, naskah Kirtya Singaraja nomor 844).
Cerita Kresnayana karangan Mpu Triguna, berisi perkawinan Kresna dan Rukmini. Rukmini anak Bismaka raja Kundina hendak dikawinkan dengan Suniti raja Cedi. Perkawinan itu atas persetujuan raja Bismaka, tetapi Prthukirti ibu Rukmini, menginginkan bermenantu Kresna raja Dwarawati, kemenakan Prthukirti sendiri. Pada malam menjelang hari perkawinan Kresna dengan bantuan ibu Rukmini dan abdinya, serta kesiapan prajurit Yadu dan Wrsni yang dipimpin oleh Baladewa, Kresna berhasil mengalahkan raja Cedi dan prajuritnya, serta menaklukan Rukma kakak Rukmini, Kresna kawin dengan Rukmini dan diboyong ke Dwarawati. Perkawinan mereka dianugerahi anak bernama Pradyumna.
Cerita perkawinan Kresna dengan Rukmini juga dimuat dalam cerita Hariwangsa karangan Mpu Panuluh. (Sumber Bacaan: 1. Kakawin Kresnayana karangan Empu Triguna, naskah Leiden LOR 8393. 2. Kakawin Hariwangsa karangan Mpu Panuluh, naskah Kirtya No. 721. 3. Kalangwan karangan PJ.Zoetmulder h.317-323 dan h. 355-362)
Dalam cerita Adiparwa disebutkan, bahwa Kresna adalah penjelmaan Sang Hyang Aditya, Baladewa penjelmaan Sang Hyang Wasuki. Pradyumna anak Kresna, penjelmaan Sang Hyang Smara (adiparwa h. 64)
Dalam beberapa bagian cerita Adiparwa menceritakan keakraban persaudaraan Kresna dengan Pandhawa. Pertemuan Kresna dengan Pandhawa sejak Arjuna memperoleh Drupadi melalui sayembara. Kresna dan Baladewa menemui Yudhisthira, dan mengaku, bahwa mereka masih saudara sepupu. Sebab Kunthi itu adik Basudewa. Semula Kresna mendengar berita kematian Pandhawa karena terbakar atas tipu muslihat Duryodana. Tiba-tiba ia melihat orang sakti memenangkan sayembara. Kesaktian Arjuna menjadi penyebab Kresna tahu, bahwa Pandhawa masih hidup. Maka Kresna dan Baladewa membuktikan perkiraannya, ternyata benar. Mereka menemui dan menyatakan kegembiraannya. (Adiparwa h. 181-182). Kemudian pada hari persiapan perkawinan Drupadi dan Pandhawa, Kresna datang lagi menyerahkan pesumbang berupa emas manikam, kain indah, gajah dan kuda (Adiparwa h.187)

Jatidiri dan Sifat Kepemimpinan Kresna


Ketika Arjuna menggembara di hutan bertemu dengan Kresna di gunung Raiwataka. Mereka menghadiri pesta yang diselenggarakan oleh golongan Yadu, seraya mendengarkan kemerduan suara gamelan. Dalam pesta itu Arjuna melihat Subhadra adik Baladewa. Arjuna terpesona melihat kecantikan Subhadra. Kresna tahu, bahwa Arjuna tertarik kepada Subhadra, lalu disuruh melarikannya. Setelah Arjuna berhasil melarikan Subhadra, Baladewa marah, merasa dihina oleh Arjuna. Kresna menahan kemarahan Baladewa. Dikatakannya bahwa Arjuna telah menebus emas kawin dengan kesaktiannya. Baladewa dan Kresna kalah sakti dan tidak akan menang melawan kesaktian Arjuna. Akhirnya Baladewa menyetujui perkawinan Arjuna dengan Subhadra. Perkawinan berlangsung di Dwarawati. Perkawinan mereka dianugerahi anak bernama Abhimanyu (Adiparwa: 202-205)
Kresna dan Arjuna membantu pembakaran hutan Khandawa. Setelah Kresna mengunjungi perkawinan Drupadi dengan Pandhawa, ia bersama Arjuna pergi berjalan-jalan menyusuri sungai Yamuna. Di tepi sungai itu mereka mengadakan pesta makan dan minum. Kemudian datanglah berahmana mengaku bernama Agni. Kresna dan Arjuna akan menjamu berahmana itu. Berahmana menolak untuk dijamu, ia minta bantuan Kresna dan Arjuna untuk membakar hutan Khandawa. Ia selalu gagal membakar hutan itu, karena dihalangi oleh dewa Indra yang bersekutu dengan naga Taksaka. Kresna dan Arjuna sanggup membantu, tetapi minta diberi senjata sakti. Berahmana memberi senjata yang mereka minta. Arjuna diberi panah Mahaksaya Mahesadi dan Sang Hyang Soma memberi tempat anak panah yang tidak pernah habis bila anak panah dilepaskannya. Ia diberi juga senjata Sanggacakra. Kresna diberi cakra Bajranabha, panah sakti bila dipanahkan anak panahnya kembali kepada pemanahnya. Sebuah gada Komodaki diberikan kepada Kresna untuk kelengkapan senjatanya. Mereka berdua telah siap, Sang Hyang Agni mulai membakar hutan Khandawa. Sang Hyang Indra berusaha memadamkan kobaran api. Sang Hyang Yama, Baruna, Waisrawana, Aswino, Dhata, Twasta, Angsa, Mrtya, Aryana, Mitra, Pusa, dan Bhaga membantu usaha Hyang Indra. Mereka beradu kesaktian senjata dengan Kresna dan Arjuna. Kemudian didengar suara yang mengatakan bahwa naga Taksaka sudah meninggalkan hutan Khandawa dan bertempat di Kuruksetra. Biarlah Kresna dan Arjuna menjaga Hutasana penjelmaan Narayana.
Sang Hyang Indra dan para dewa meninggalkan hutan Khandawa. Sang Hyang Agni dengan bebas membakar hutan seisinya. Maya anak Wiswakarma minta hidup kepada Kresna. Kresna pun memberi hidup kepada Maya karena ia tidak pernah membunuh orang yang minta hidup kepadanya. Arjuna menolong naga Aswasena. Empat ekor burung puyuh bebas dari kobaran api.
Dalam cerita Bharatayudha karangan Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, Kresna berpihak kepada Pandawa. Sebelum perang terjadi Kresna diminta bantuannya oleh Pandawa untuk mengusulkan agar Suyodhana mau membagi dua kerajaan Hastina. Kresna pun menyanggupinya, lalu berangkat dari Wirata menuju ke Hastina, dihantar oleh Satyaki. Setiba di Kuruksetra kresna berrtemu dengan Parasurama, Kanwa, Janaka dan Narada. Mereka berempat akan membantu Kresna. Mendengar berita kedatangan Kresna di Hastina, Dhrestarastra menyuruh agar orang-orang menghias jalan dan menebarkan kain-kain indah. Bhisma berseru agar rakyat menyambut kedatangan Kresna dengan ramah tamah.
Anjuran itu disanggah Sakuni, Karna dan Suyodhana. Mereka menganggap Kresna berpihak kepada Pandawa. Kedatangan Kresna disambut dengan enam rasa makanan lezat dan bunyi tabuh-tabuhan yang amat merdu. Kresna tidak datang di tempat raja Suyodhana, tetapi menuju tempat Dhrestarastra. Di tempat itu Kresna bertemu dengna Drona, Bhisma, Krepa, Salya, Widura, Karna dan Dhrestarastra. Kresna dijamu bermacam-macam makanan lezat, emas dan manikam. Kemudian Suyodhana datang bersama pembawa makanan jamuan untuk Kresna. Kresna menolak jamuan Suyodhana sebab tujuan kedatangan dan perundingan belum tercapai. Suyodhana marah atas sikap Kresna yang menolak jamuannya. Kresna meninggalkan tempat pertemuan, diantar Widura menuju ke tempat tinggal Kunti. Kunti amat gembira menerima kedatangan Kresna sebagai wakil Pandawa. Widura sepaham dengan rencana Kresna. Suyodhana kecewa, lalu berunding dengan Dusasana, Sakuni dan Karna. Karna membakar hati warga Korawa supaya benci kepada Kresna yang berpihak kepada Pandawa.
Suyodhana minta agar Widura memanggil Yuyutsu, Krepa, Sakuni, Karna dan raja-raja sekutunya, kemudian minta kehadiran Kresna. Para dewa yang menjelma sebagai resi datang menghadiri perundingan. Kresna membuka perundingan dengan memandang Dhrestarastra. Ia berkata kepada Suyodhana, ia atas nama Pandawa minta separo kerajaan Hastina, Dhrestarastra setuju dan menerima permintaan Kresna. Suyodhana diam dan berpaling kepada Dusasana, Sakuni dan Karna. Mereka bertiga bergeleng kepala, pertanda tidak setuju. Ramaparasu, Kanwa, Narada dan Janaka berpihak kepada usul Kresna. Drona dan Bhisma menyetujui usul Kresna demi kebahagiaan bersama. Widura dan Sanjaya ikut menyetujuinya, demikian juga permmaisuri Dhrestarastra.
Suyodhana menolak usul Kresna, bahkan mengusir Kresna untuk meninggalkan tempat perundingan. Raja Hastina menyuruh Karna, Sakuni dan Dusasana untuk bersiap-siap menyerang Kresna. Mereka bertiga mempersiapkan prajurit Korawa. Dhrestarastra dan permaisuri berusaha membujuk Suyodhana, tetapi tidak termakan nasihatnya. Bahkan semakin berkobar kemarahannya.
Satyaki memberi tahu, bahwa prajurit Korawa telah siap menyerang Kresna, tetapi prajurit Yadu telah siap melawannya.
Kresna meninggalkan tempat perundingan, lalu berdiri di halaman, bertiwikrama membesarkan diri sebesar Kalamretyu, menundukkan bahwa ia jelmaan dewa Wisnu. Kresna yang dahsyat itu melangkah dan menyerang seperti singa. Bumi bergetar hebat, orang Korawa cemas ketakutan. Karna menjadi pucat, Suyodhana, Yuyutsu dan Wikarna jatuh pingsan. Drona, Bhisma dan Narada menghadap Kresna, minta agar berhenti marah dan minta kedamaian dunia. Bila Korawa hancur, tidak akan terpenuhi idam-idaman Bhima, Dropadi tidak akan bersanggul jika tidak jadi mandi darah warga Korawa. Redalah kemarahan Kresna, kembali ke wujud semula.

Kresna dalam Pewayangan(Jati Diri Kepemimpinan Kresna)


Di tengah medan pertempuran Baratayuda Kresna menasihati Harjuna
agar menuntaskan peperangan walaupun harus menghadapi saudaranya.
Nasihat tersebut lebih dikenal dengannama Bagawadgita.
(lukisan tinta di atas kertas tahun 2006 karya Herjaka HS)


Kresna kembali menemui Kunthi, melapor hasil perundingan, bahwa Suyodhana menginginkan perang. Kunthi berpesan agar Kresna menyuruh Pandhawa untuk melakukan kewajiban sebagai Pahlawan dan mempertaruhkan jiwanya. Kresna minta pamit, diantar oleh Widura, Sanjaya dan Yuyutsu. Karna mengikutinya. Kresna membujuk agar Karna berpihak kepada Pandawa, tetapi Karna menolaknya. Karna ingin mengukur kesaktian melawan Arjuna. Kemudian Karna minta pamit, berjanji akan bertemu di medan perang.
Kresna kembali ke Wirata, memberi tahu hasil perundingannya dengan Suyodhana. Pandawa bersiap-siap untuk berperang.
(Bharatayudha Z.II.8-16 s.d Z.III.1-18)
Cerita kematian Kresna dimuat dalam cerita Mosalaparwa, suku Wresni dan Yadu musna dalam perang saudara. Pokok cerita itu demikian : Bagawan Wisawamitra, Kanwa dan Narada berkunjung ke Dwarawati. Mereka dilihat oleh suku Yadu. Sarana dan Samba datang menghadap. Samba berhias dan berdansa seperti wanita, mengaku isteri Babhru, minta agar dianugerahi anak. Sang Bagawan berkata, bahwa mereka berdua menghina para bagawan. Dikatakannya, bahwa isteri Babhru itu sebenarnya adalah Samba anak Kresna. Sang bagawan mengutuk, suku Yadu akan mati oleh gada yang lahir dari kandungan perut Samba. Baladewa dan Kresna tidak akan ikut mati, mereka tidak bersalah, Kresna akan mati oleh si Jara, Baladewa akan mati masuk ke samodera. Setelah mengutuk para bagawan itu meninggalkan Dwarawati. Orang-orang Yadu gelisah, memberitahu kepada Kresna, tetapi Kresna tenang saja, tidak mau berusaha membebaskan kutukan itu.
Gada besi lahir dari perut Samba. Gada diberikan kepada Ugrasena. Ugrasena mengikirnya, serbuk besi dibuang ke samodera. Serbuk besi tumbuh menjadi gelagah dan rumput, hidup subur di sepanjang pantai.
Ketika terjadi perang saudara di tubuh suku bangsa Wresni dan Yadu, mereka menggunakan gada yang berasal dri gelagah itu. Perang dahsyat itu menyebabkan suku Wresni dan Yadu musnah. Samba, Pradyumna, Carudesna, Aniruddha meninggal dunia. Kresna bersama Babhru dan Daruki mencari Baladewa. Mereka melihat Baladewa duduk bersandar pada pohon, melakukan yoga, Naga putih bermulut merah keluar dari mulut Baladewa.Taksaka, Kumuda, Sundarika, Hrada dan Durmukha menyongsong mereka, terutama sang Baruna. Kemudian mereka masuk kembali ke dasar bumi. Kresna bertemu dengan maharaja Basudewa dan Rohini. Karena suku Wresni telah musnah, Kresna minta diri pergi ke permandian Prabhasa. Ia melihat bangkai orang-orang suku Wresni berserakan. Kresna bersedih lalu pergi masuk ke hutan, tidur pada pohon, berbuat yoga. Tiba-tiba Jara anak raja Basudewa, adik Kresna datang memburu binatang. Kresna dilihat oleh Jara, dikira binatang, lalu dipanahnya. Kresna berubah menjadi Wisnumurti. Jara menangis memeluk kaki sang Kesawa, kemudian ikut naik ke sorga. Para bidadara dan bidadari menyambut kedatangan Wisnu ( Mosalaparwa, dalam sekar sumur 1958: 112 – 117).
Kresna dalam Pewayangan
Cerita Kresna dalam Pewayangan merupakan perkembangan cerita Kresna yang berasal dari cerita di India lewat perkembangan cerita Jawa kuna. Kresna sebagai tokoh simbolik bagi manusia, maka cerita kehidupannya disesuaikan dengan kehidupan manusia sebenarnya. Yaitu mengenai kelahiran, perkawinan dan masalah hidup dan kehidupannya. Demikian juga tokoh Kresna, ia juga diangkat sebagai tokoh seperti manusia, dan ia termasuk tokoh penting dan banyak mendapat perhatian dari masyarakat pecinta pewayangan.
Dalam bab ini akan dimuat cerita Kresna mengenai kelahiran, perkawinan dan cerita lan yang menampilkan Kresna sebagai tokoh utama. Cerita bersumber pada cerita pewayangan yang banyak dipentaskan lewat pertunjukan wayang kulit, dan telah didokumentasikan dalam bentuk cerita pakem pewayangan atau dalam bentuk ringkasan isi, sekedar menjadi bahan ulasan dalam peneletian ini.
Cerita Kelahiran Nayarana
Nayarana adalah nama lain dari Kresna. Biasanya nama Nayarana dikenakan pada diri Kresna ketika ia masih muda atau jejaka. Di bawah ini cerita kelahiran Nayarana yang dimuat dalam Serat Kandhaning Ringgit Purwa dan cerita lakon yang berjudul Wisnu Nitis. Dalam cerita tersebut dikisahkan, Darmayona raja di negara Ngambarretna mempunyai anak perempuan cantik rupawan, bernama Ugraini. Kecantikan Ugraini termashur di negara sekeliling, maka banyak raja yang ingin memperisterinya. Di antaranya raja Darmaji dari kerajaan Ngindratma. Raja Darmaji telah mengajukan surat lamaran. Lamaran raja Darmaji diterima. Ugraini diserahkan kepadanya, bila pelamar dapat menyerahkan Mahkota Bathara Rama yang sekarang dimiliki oleh raja Ditya Kresna, raja di kerajaan Dwarawati.
Raja Darmaji telah menerima syarat permintaaan raja Darmayona. Raja itu lalu akan berusaha mencarinya. Raja Darmayona pergi ke pertapaan Repat kepanasan menemui Bagawan Anipita, menanyakan titisan Bathara Rama yang lahir di Marcapada. Raja mengharap anak perempuannya diperisteri oleh titisan Bathara Rama. Bagawan Anipita mempunyai anak angkat bernama Badraini. Sang bagawan pernah memperoleh petunjuk dewa, bahwa kelak Badraini akan melahirkan anak titisan Bathara Rama. Ia ingin menyerahkan Badraini kepada Basudewa untuk diperisterikannya. Keinginan itu dikatakan kepada raja Darmayona.
Darmayona ingin menyerahkan anaknya pula. Bagawan Anipita dan raja Darmayona bersama-sama pergi ke Mandura. Mereka menghadap raja Basudewa, dan menyampaikan keinginan mereka.
Ugraini dan Badraini diserahkan kepada raja Basudewa. Raja Basudewa menerima dengan senang hati, mereka berdua diperisterinya.

Lahirnya Kangsa (Jati Diri Kepemimpinan Kresna)


Raja Darmaji berusaha mencari mahkota Bathara Rama, lalu pergi ke kerajaan Dwarawati. Ketika raja Darmaji datang, raja Dwarawati, Ditya Kresna sedang dihadap oleh Patih Muksamuka, Murkabumi, Muksala, Karungkala dan Gelapsara. Ditya Kresna menyapa dan bertanya maksud kedatangan Darmaji. Raja Darmaji meminta mahkota Bathara Rama yang dipakai Ditya Kresna. Namun Ditya Kresna tidak mau memberikannya, maka terjadilah perkelahian. Raja Darmaji mati karena digigit, dan putus perutnya.
Angsawati, isteri pertama Basudewa, cemburu akibat kehadiran Ugraini dan Badraini. Ia berusaha membunuh mereka namun gagal. Pada suatu malam Angsawati bertemu dengan raja Gorawangsa yang menyamar sebagai raja Basudewa. Angsawati tidak mengira bahwa yang dijumpainya adalah Basudewa palsu. Namun Angsawati menyambut dengan senang hati. Pertemuan Angsawati dengan Basudewa palsu berkepanjangan, akhirnya Angsawati hamil. Raja Basudewa sungguhan tidak mengetahui hal itu. Ia tidak mengerti bahwa isterinya hamil karena Gorawangsa. Pada bulan ketujuh, raja hendak mengadakan selamatan. Sang raja dan para pegawai istana hendak berburu ke hutan. Basusena bertugas menunggu kerajaan.
Pada suatu malam Basusena berkeliling di istana. Waktu tiba di tempat tinggal Angsawati ia mendengar suara tamu pria di kamar. Setelah dilihat, nampak bahwa pria dalam kamar itu adalah Basudewa. Setelah Basusena lama memandang, Basudewa nampak seperti raksasa. Basudewa palsu diserang, terjadilah perkelahian. Basusena mengenakan senjata, lalu Basudewa palsu berubah menjadi Gorawangsa. Raksasa Gorawangsa lari kembali ke negara Jadingkik.
Basusena kembali ke hutan, melapor peristiwa yang terjadi di istana. Dikatakannya, Angsawati berbuat serong dengan raksasa. Raja Basudewa marah, Basusena disuruh membawa Angsawati ke hutan, untuk kemudian membunuh dan mengambil hatinya. Bila hati Angsawati berbau busuk berarti bayi dalam kandungan bukan anaknya, sedangkan bila berbau harum berarti bayi itu anak Basudewa.
Basusena menjalankan perintah raja Basudewa. Angsawati dibawa ke tengah hutan dan dibunuhnya. Hatinya diambil, dan setelah dicium ternyata berbau busuk. Basusena membawa hati itu kepada sang raja. Karena hati tersebut berbau busuk, raja percaya bahwa bayi dalam kandungan bukanlah anaknya.
Bathara Wisnu, Dewi Sri dan Bathara Basuki mengelilingi dunia guna mencari titisan raja Watugunung. Diketahuinya, raja Gorawangsa adalah titisan raja Watugunung. Maka Bathara Wisnu meminta Bathara Basuki agar menitis kepada raja Basudewa, untuk mengalahkan raja Gorawangsa. Bathara Wisnu kembali ke kahyangan. Kepada Bathara Guru, ia minta ijin untuk menitis ke dunia, untuk membunuh titisan raja Watugunung. Bathara Guru memberi ijin, dan memberi tugas kepada Bathara Wisnu untuk mengadu ayah melawan anak, mengadu sesama saudara. Namun Bathara Wisnu tidak boleh ikut berperang, hanya diperkenankan terlibat dalam pembicaraan.
Bathara Wisnu menerima tugas tersebut tetapi mengajukan permintaan. Permintaan itu ialah bagi mereka yang bermusuhan supaya diperkenankan naik ke surga, supaya dirinya diperkenankan duduk di dua belah pihak, dan supaya disertai Bathara Basuki untuk bersama menitis ke dunia. Bathara Guru mengabulkan permintaan tersebut, lalu menyuruh Bathara Narada agar keberanian Wisnu dijelmakan kepada Arjuna. Sedang Bathara Wisnu diminta menjelma menjadi putra Basudewa.
Bathara Wisnu turun ke dunia bersama Dewi Sri. Senjata Cakranya dititipkan kepada awan yang dijaga dua dewa. Bathara Wisnu berpesan, bahwa senjata itu hanya boleh diambil Narayana. Selain Nayarana, tidak seorang pun berhak mengambilnya.
Raja Basudewa telah mempunyai putra. Ugraini telah melahirkan anak laki-laki berkulit putih, titisan Bathara Basuki. Anak itu diberi nama Kakrasana. Bathara Wisnu dan Dewi Sri merasuk ke jiwa raja Basudewa. Saat mereka merasuk, Basudewa bermimpi melihat matahari dan bulan. Matahari dan bulan itu kemudian bersatu.
Anak Angsawati yang dibawa raja Gorawangsa diberi nama Kangsa. Setelah dewasa Kangsa menanyakan, siapa ibunya. Gorawangsa menjelaskan bahwa ibunya bernama Angsawati, isteri Basudewa raja Mandura. Tetapi ibunya telah meninggal dunia, dibunuh oleh Basusena atas perintah raja Basudewa. Mendengar penjelasan Gorawangsa itu Kangsa ingin membalas kematian ibunya. Gorawangsa berpesan agar Kangsa menemui pamannya yang bernama Arya Prabu, adik Angsawati. Kangsa meninggalkan Jadingkik menuju ke Mandura.
Di Mandura Kangsa menemui Arya Prabu, lalu menyampaikan maksud kedatangannya. Arya Prabu berjanji akan membantunya. Mereka berdua menghadap raja Basudewa yang sedang dihadap Basusena dan warga Mandura. Kangsa menyampaikan maksud kedatangannya, yakni ia akan membalas kematian ibunya. Terjadilah perkelahian antara Kangsa dengan Basusena. Basusena kalah, lalu melarikan diri. Raja Basudewa dimasukkan ke dalam penjara. Gorawangsa datang bersama pasukan raksasa. Kangsa lalu menduduki tahta kerajaan Mandura.
Basudewa berhasil melarikan diri bersama dengan Badraini yang sedang hamil dan Kakrasana yang masih kanak-kanak. Perjalanan mereka terhalang oleh Bengawan Erdura. Bathara Sakra datang menolong dan menyeberangkan mereka. Basudewa diminta mengungsi ke kademangan Widarakandang. Sang Bathara memberi tahu bahwa kelak Badraini akan melahirkan dua anak. Anak-anak itu agar diberi nama Narayana dan Endhang Panangling. Setelah berpesan, Bathara Sakra menghilang, kembali ke Kahyangan. Kedatangan Basudewa, Badraini dan Kakrasana di Widarakandhang diterima oleh demang Antagopa dan isterinya. Di Widarakandhang Badraini melahirkan seorang bayi laki-laki dan dua orang perempuan, yang berkulit hitam. Sesuai pesan Bathara Sakra, Basudewa memberi nama kedua anaknya, Nayarana dan Endhang Panangling. Sedangkan Badraini memberi nama yang seorang lagi, Sumbadra. Tiga anak itu diasuh oleh Ki Antagopa dan Ni Sagopi.

Penjelmaan Wisnu (Jati Diri Kepemimpinan Kresna)


Di dalam pembicaraan dengan Harya Prabu Rukma dan Ugrasena, Raja Basudewa menyatakan kesedihannya karena memikirkan dambaan ketiga isterinya yang sangat ingin segera melahirkan anak. Karena rasa prihatin tersebut, sang raja semakin tekun bersemadi. Pada suatu saat Dewa memberi petunjuk agar raja berburu ke hutan Kumbina. Di hutan itulah raja akan memperoleh sarana bagi isteri-isterinya agar segera mengandung dan berputra. Patih Yudawangsa mempersiapkan segala sesuatunya yang berkaitan dengan perburuan. Sementara Harya Rukma dan Ugrasena diperintahkan mempersiapkan prajurit pengawal raja.

Setelah semuanya siap, patih dan prajurit diperintah supaya mendahului berangkat ke hutan. Raja meninggalkan singgasana, masuk istana menemui keiga isterinya yaitu, Rohini, Dewaki atau Mahendra dan Mahera. Setelah memberi tahu mengenai rencana perburuan ke hutan Kumbina, kepada semua isteri-isterinya, raja segera berpamitan berangkat berburu diiringi para senapati dan prajurit.
Sementara Raja Basudewa berangkat berburu, dikisahkan di negeri Gowagra daerah pulau Nusabarong, seorang raja raksasa bernama Gorawangsa, bercerita perihal mimpinya kepada Suratrimantra, Ditya Suksara dan manggala negara. Raja bermimpi tidur bersama dengan isteri Basudewa, raja Mandura, yang bernama Mahera. Ditya Suksara diminta ke negara Mandura, menyelidiki kebenaran mimpinya, apakah di negara Mandura ada putri bernama Mahera, isteri raja yang sangat cantik dan memikat. Ditya Suksara menjunjung perintah raja, lalu berangkat ke Mandura diiringi barisan prajurit raksasa menuju ke negara Mandura.
Di tengah perjalanan prajurit Gowagra bertemu dengan prajurit Mandura yang menuju ke hutan. Maka terjadila perang. Prajurit raksasa tidak mampu melawan, lalu mereka menyimpang jalan. Selanjutnya prajurit Mandura berkumpul di pesanggrahan.
Di tempat lain, Pandhu bersama punakawan menghadap Bagawan Abyasa di pertapaan Saptaharga. Pandhu bertanya kepada sang bagawan tentang ilham dari dewa yang diterimanya. Diceritakan bahwa Pandhu akan memperoleh anak jelmaan Wisnu. Dijelaskan oleh Bagawan Abiyasa bahwa penjelmaan Hyang Wisnu ke dunia tersebut dapat dibaratkan bunga jatuh ke bumi. Mahkota bunganya jatuh pada putra Basudewa, sedangkan sari bunganya jatuh pada putra Pandhu.
Selain menjelaskan mengenai hal penjelmaan, Bagawan Abyasa memberikan banyak nasihat dan ajaran kepada Pandhu, yang intinya agar Pandhu meninggalkan pertapaan dan kembali ke negara karena sesungguhnya pertapaan bukan tempat raja. Bagi seorang raja yang senang tinggal di hutan, ibarat burung gagak menjenguk tempat pengasingan, tidak baik akibatnya. Pandhu dan punakawan minta pamit, meninggalkan pertapaan, dan kembali ke negara.
Ditya Suksara datang ke tengah hutan Gowagra. Ia membeberkan rencana kerja kepada prajurit yang mengiringnya. Para raksasa disuruh mengganggu prajurit Basudewa yang berburu di hutan Kumbina. Setelah membagi tugas, Ditya Suksara masuk ke istana Mandura untuk menyelidiki keberadaan Mahera, isteri Basudewa. Setelah penyelidikannya dianggap cukup, Ditya Suksara kembali ke negara Gowagra, melapor kepada raja tentang isteri Basudewa.
Sepeninggal Ditya Suksara datanglah Pandhu bersama punakawan. Raksasa-raksasa mencegat mereka, tetapi dapat dihalau Pandhu.
Di Kahyangan Hyang Narada dihadap oleh Hyang Endra, Hyang Brahma, Hyang Bayu, Hyang Sambo, Hyang Wisnu dan Hyang Basuki. Hyang Narada menyampaikan perintah Hyang Gurunata, agar supaya Hyang Wisnu menjelma ke dunia bersama Bathara Laksmanasadu. Karena dahulu kala sewaktu Rama memerintah Ngayodya telah dijanjikan kelak akan menjelma ke dunia bersama Laksmana maka sekarang janji itu digenapi. Hyang Wisnu menjelma bersama Hyang Laksmanasadu.
Namun penjelmaan mereka tidak bisa langsung, harus dengan perantara. Untuk itu Hyang Wisnu menjelma dalam wujud harimau putih, sedangkan Hyang Laksmanasadu dalam wujud ular naga. Hyang Basuki ingin ikut menjelma bersama Hyang Laksmanasadu. Hyang Brahma dan para dewa menyetujuinya. Lalu mereka bertiga turun ke dunia menuju hutan Kumbina.
Raja Basudewa bersama Harya Prabu Rukma dan Ugrasena yang sudah berada di tengah daerah perburuan sedang membicarakan keberadaan dan perilaku binatang di tempat tersebut.. Tiba-tiba datang prajurit memberi tahu, bahwa di daerah perburuan datang harimau putih bersama ular naga. Raja Basudewa turun mendekat ke tempat harimau dan ular naga. Tanpa diduga, cepat bagai kilat, harimau dan ular naga tersebut menyerangnya dengan berani. Raja menghindar, lalu melepaskan panah. Panah tepat mengenai sasaran, dan tubuh harimau tersebut tergolek. Keajaiban terjadi, tubuh harimau segera menghilang. Jasmaninya merasuk ke tubuh Mahendra, isteri Basudewa, dan ruhnya masuk ke tubuh Kunthi, isteri raja Pandhu. Kemudian ular naga menyerang tapi mati terkena panah. Tubuh ular juga menghilang berubah wujud menjadi Hyang Basuki dan Hyang Laksmanasadu, dan merasuk kepada Rohini, isteri Basudewa.
Raja Basudewa heran karena peristiwa itu. Ia berdiri dan bermenung, ada sesuatu yang mengusik hatinya bahwa di istana terjadi sesuatu. Tanpa membuang waktu, Raja Basudewa menugaskan Harya Prabu Rukma supaya kembali ke istana dan memeriksa dengan teliti apa yang terjadi di istana.
Ketika pada suatu sore, Raja Gorawangsa sedang berbincang-bincang dengan Suratimantra tentang Ditya Suksara yang diutus ke Mandura, tiba-tiba Ditya Suksara datang, memberi hormat, lalu bercerita tentang kecantikan Mahera, isteri Basudewa. Diceritakan bahwa sekarang saat yang tepat untuk melakukan siasat, karena raja Basudewa dan prajurit tidak sedang di istana, namun tengah berburu di hutan.
Raja Gorawangsa amat gembira lalu ingin segera pergi ke kerajaan Mandura. Namun sebelum berangkat, tiba-tiba Togog dan Sarawita datang dan melaporkan bahwa banyak prajurit raksasa mati di tangan Pandhu. Raja Gorawangsa tidak menghiraukan kematian para prajurit raksasa. Yang ada dalam pikirannya hanyalah isteri raja Mandura, yaitu Mahera. Maka Gorawangsa segera menyamar dalam rupa dan wujud Basudewa, dan pergi ke istana Mandura. Ditya Suksara mengikutinya dan mengawasi dari kejauhan.

Mendung Kelabu di Langit Mandura (Jati Diri Kepemimpinan Kresna)


Di antara tiga isteri Basudewa yang cantik-cantik, yaitu Dewi Rohini, Dewi Dewaki dan Dewi Mahera, Dewi Maheralah yang paling mempunyai daya tarik. Oleh karenanya banyak raja yang mengincar Dewi Mahera. Dewi Mahera meyadari akan hal itu, namun ia tidak tahu pasti kejadian yang akan menimpa dirinya. Di suatu sore ketika sedang berbincang-bincang dengan para abdi, Dewi Mahera mengatakan sedih, selalu berdebar-debar, cemas dan khawatir akan keselamatan suaminya, raja Basudewa, yang sedang berada dalam perburuan. Dalam suasana yang demikian itu tiba-tiba datang Basudewa palsu. Mahera terkejut, sebab kedatangan raja tidak seperti biasanya yang memakai upacara penyambutan. Rasa heran Dewi Mahera belum terjawab, ketika Basudewa palsu berkata, bahwa ia tiba-tiba ingat isterinya dan merindukannya, ia ingin segera pulang dan mencumbu sepuasnya. Dewi Mahera tidak dapat berbuat banyak, walaupun perasaannya mengatakan lain, namun yang dihadapi adalah Basudewa, suaminya. Maka akhirnya mereka berdua melepas rasa rindu sebagai suami isteri.

Harya Prabu Rukma, yang diperintah raja untuk pulang dan mengawasi istana, datang mengelilingi istana. Ketika sampai di Keputren ia menjadi heran sebab raja Basudewa berada di istana Keputren. Lama ia berpikir, kemudian tumbuh rasa curiga. Harya Prabu Rukma berseru, memanggil-manggil isteri raja dari luar. Maka terjadilah pertengkaran mulut antara Basudewa palsu dengan Harya Prabu Rukma. Setelah yakin bahwa Basudewa yang masuk di Keputren tersebut adalah Basudewa palsu atau penjahat, menyeranglah Harya Prabu Rukma. Terjadilah perkelahian hebat. Harya Prabu Rukma melepaskan anak panah. Terkena anak panah tersebut, seketika hilanglah wujud Basudewa dan menjadi Gorawangsa. Maka Gorawangsa mengamuk di kerajaan Mandura. Namun pada akhirnya raja rasaksa itu mati terbunuh oleh panah Harya Prabu Rukma. Ditya Suksara turun dari angkasa, menyerang Harya Prabu Rukma. Tapi raksasa itu terkena panah rantai, tidak dapat bergerak, lalu menyerah kepada Harya Prabu Rukma. Harya Prabu Rukma memanggil patih Yudawangsa, lalu melaporkan peristiwa yang telah terjadi di istana tersebut. Patih Yudawangsa heran dan merasa bersalah karena sampai tidak tahu bahwa negara telah kedatangan musuh yang menyamar. Selanjutnya Harya Prabu Rukma mengikat dan membawa Ditya Suksara ke hutan perburuan untuk menghadap raja Basudewa.
Raja Basudewa sedang berbicara dengan Ugrasena tentang ilham dari dewa. Tidak lama kemudian datanglah Harya Prabu Rukma dengan membawa tawanan Ditya Suksara. Segala yang terjadi di kerajaan diceritakan kepada raja. Raja mengusut kehadiran Ditya Suksara di kerajaan Mandura. Ditya Suksara menceritakan kedatangan raja Gorawangsa yang ingin memperisteri raja Basudewa yang bernama Dewi Mahera. Ia minta ampun dan minta hidup. Bila ia tidak dibunuh, ia berjanji akan menyerahkan pusaka gada besi kuning kepada raja Basudewa. Raja Basudewa berkenan di hati. Ditya Suksara diberi ampun dan disuruh kembali ke negaranya. Kemudian raja segera pulang ke negara Mandura. Harya Prabu Rukma dan prajurit berbondong-bondong meninggalkan hutan untuk kembali ke kerajaan.
Raja Basudewa dihadap oleh para abdi istana. Para abdi dimintai keterangan tentang kejadian di dalam istana Keputren. Akhirnya diketahui hanya Mahera yang terkena kejahatan Gorawangsa. Raja menugaskan Harya Prabu Rukma untuk membunuh Mahera. Mahera dibawa ke hutan, diikuti dua abdi. Setelah sampai di hutan, Harya Prabu Rukma tidak sampai hati untuk membunuhnya. Mahera tidak bersalah, maka hanya ditinggalkannya di dalam hutan.
Harya Prabu Rukma kembali ke istana menghadap raja Basudewa. Dilaporkannya bahwa Mahera telah dibununhnya. Tiba-tiba datang Ditya Suksara menyerahkan gada pusaka. Raja berkenan. Ditya Suksara kembali ke negaranya.
Prajurit Gorawangsa kemudian datang menyerang kerajaan Mandura. Ugrasena ditugaskan memusnahkan para prajurit raksasa itu. Maka musuh pun tidak ada lagi.
Raja Basudewa hidup tenteram bersama dua isteri serta sanak saudaranya di Mandura.

KRESNA Kawin (Jati Diri Kepemimpinan Kresna)


Kresna dikenal mempunyai tiga isteri, yaitu Rukmini, Setyaboma dan Jembawati. Namun ada sebuah cerita yang menyebutkan bahwa Kresna juga beristeri Pertiwi. Rupanya pendapat itu berbaur dengan cerita perkawinan Wisnu dengan Pertiwi.


Dalam bab ini akan dibeberkan tiga cerita perkawinan Kresna, yaitu perkawinan Kresna dengan Rukmini, yang dikenal dengan judul Narayana Maling atau Kresna Kembang. Perkawinan Kresna dengan Setyaboma yang dikenal dengan judul Kresna Pujangga atau Alap-alapan Setyaboma. Perkawinan Kresna dengan Jembawati, yang sering diberi judul Narayana Krama.Berikut ini ringkasan isi cerita tentang perkawinan Kresna.
1.perkawinan kresna dengan Rukmini Bismaka, raja Kumbina, mempunyai anak perempuan bernama Rukmini. Rukmini gadis cantik rupawan, sehingga banyak raja dan ksatria yang datang melamarnya. Namun lamaran itu belum diterima olehnya, sebab Rukmini jatuh cinta kapada Narayana yang sampai saat itu belum melamarnya. Rukmini dilamar juga oleh Pendeta Drona melalui Drona jatuh cinta kepada Rukmini, putri Prabu Bismaka, raja Kumbina, hingga terbawa dalam mimpinya. (karya herjaka HS 1842/2008) raja Duryudana, tetapi Rukmini berkeberatan. Untuk menolak lamaran Duryudana, Rukmini mengajukan sayembara. Bila Pendeta Drona dapat menjelaskan makna ungkapan “Sejatining Lanang” dan “Sejatining Wadon,” Rukmini sanggup diperisterinya. Rukmini berpendirian siapa yang mengerti makna ungkapan itu, itulah suaminya. Raja Bismaka mengumumkan pendirian Rukmini itu sebagai sayembara kepada semua pelamar, termasuk raja Duryodana. Rukmana, anak raja Bismaka, disuruh memberi tahu kepada raja Duryudana di Ngastina. Setelah mendengar sayembara yang diminta oleh Rukmini, Pendeta Drona ingin menjelaskan ungkapan sayembara itu. Pendeta Drona berkata, bila ia berhasil mempersunting Rukmini, kerajaan Kumbina akan bersatu dengan Ngastina. Keluarga Pandhawa tidak akan minta bagian kerajaan Ngastina, karena hubungan persaudaraan mereka semakin erat. Raja Duryudana amat senang, maka keinginan Pendeta Drona didukung sepenuhnya. Pendeta Drona diijinkan pergi ke Kumbina, sejumlah warga Korawa disuruh membantunya. Pendeta Drona dan warga Korawa datang di Kumbina. Mereka dipimpin oleh raja Duryudana.

Raja Bismaka duduk di atas singgasana, dihadap oleh Patih Bisawarna, para menteri, hulubalang dan pembesar negara. Tengah mereka berbicara datanglah putra raja yang bernama Rukmana, kembali dari Ngastina dan Ngamarta. Rukmana melapor bahwa telah menjalankan tugas perintah raja, memberi tahu tentang sayembara kepada raja Duryudana dan mengundang kehadiran keluarga Pandhawa. Tidak lama kemudian Yudhistira, Bima, Nakula dan Sadewa datang menghadap raja. Arjuna tidak ikut hadir, karena bertugas menjaga negara.

Raja Bismaka memberitahu rencana perkawinan Rukmini dengan Pendeta Drona. Raja berkata, Rukmini sanggup diperisteri Pendeta Drona, bila teka–tekinya tepat ditebak maknanya. Sebelumnya warga Pandhawa telah tahu rencana perkawinan Rukmini dengan Pendeta Drona itu, maka kedatangan mereka telah membawa harta pesumbang berupa emas, ratna manikam dan pakaian kebesaran putri saja buatan Arjuna. Setelah selesai penyambutan, raja Bismaka dan Yudhisthira masuk ke istana. Bima, Nakula dan Sadewa diantar Rukmana ke balai peristirahatan. Mereka berjauhan dengan tempat tinggal warga Korawa. Kemudian Rukmana naik kuda memeriksa persiapan perhelatan, penghiasan istana dan kota sekitarnya. Narayana berbincang-bincang dengan adiknya, Sumbadra. Sumbadra menyatakan kesedihan hatinya karena telah beberapa malam kakaknya selalu pergi sampai jauh malam. Narayana menjawab bahwa kepergiannya untuk berkunjung ke rumah para pegawai dan terhibur oleh macam-macam pertunjukan. Setiap Narayana hendak pergi, menangislah Sumbadra. Narayana menghiburnya, berlagu tembang kawi, bercerita kecantikan bidadari dan cerita yang lain. Setelah Sumbadra lengah tertidur, pergilah Narayana ke Kumbina, sedng Udawa disuruh menjaga adiknya. Bagawan Abyasa di Wukir Retawu, duduk di wisma Wiyatasasana, dihadap para siswa. Sang Bagawan sedang menguraikan Aji Jaya Kawijayan. Tiba-tiba Arjuna datang bersama panakawan. Arjuna menghormat, lalu menyampaikan berita tentang sanak saudara dan rencana perkawinan putri Kumbina. Diceritakan bahwa sanak saudara telah hadir di Kumbina, dan Arjuna ingin menyepi di Wukir Retawu. Bagawan Abyasa tidak menyetujui sikap Arjuna itu. Disuruhnya Arjuna supaya menyusul ke Kumbina. Sang Bagawan yang bijaksana itu berkata, bahwa tidak lama lagi akan terjadi perang saudara. Arjuna terkejut mendengar kata sang bagawan, dikiranya akan terjadi perang Baratayuda. Ia mohon diri, Bagawa Abyasa merestuinya. Arjuna dan panakawan meninggalkan pertapaan Wukir Retawu, menuju ke Kumbina. Di tengah hutan, mereka berjumpa dengan dua raksasa besar lagi dahsyat. Raksasa itu disuruh raja Wanasasomah untuk mencari dging manusia atas keinginan isteri raja yang hamil muda. Arjuna hendak ditangkap, sehingga terjadilah perkelahian hebat. Arjuna melepaskan panah, dua raksasa musnah, menjadi dewa Kamajaya dan bidadari Ratih. Arjuna datang menyembahnya. Kamajaya memberi tahu tentang perang yang akan terjadi. Yang terjadi bukan perang Baratayuda, tetapi Pandhawa dan Korawa akan terlibat di dalamnya. Setelah berpesan, Kamajaya dan Ratih naik ke Kahyangan.


Artikel ini diambil dari Kresna dikenal mempunyai tiga isteri, yaitu Rukmini, Setyaboma dan Jembawati. Namun ada sebuah cerita yang menyebutkan bahwa Kresna juga beristeri Pertiwi. Rupanya pendapat itu berbaur dengan cerita perkawinan Wisnu dengan Pertiwi.

Dalam bab ini akan dibeberkan tiga cerita perkawinan Kresna, yaitu perkawinan Kresna dengan Rukmini, yang dikenal dengan judul Narayana Maling atau Kresna Kembang. Perkawinan Kresna dengan Setyaboma yang dikenal dengan judul Kresna Pujangga atau Alap-alapan Setyaboma. Perkawinan Kresna dengan Jembawati, yang sering diberi judul Narayana Krama.

Berikut ini ringkasan isi cerita tentang perkawinan Kresna.

1. Perkawinan Kresna dengan Rukmini.

Bismaka, raja Kumbina, mempunyai anak perempuan bernama Rukmini. Rukmini gadis cantik rupawan, sehingga banyak raja dan ksatria yang datang melamarnya. Namun lamaran itu belum diterima olehnya, sebab Rukmini jatuh cinta kapada Narayana yang sampai saat itu belum melamarnya. Rukmini dilamar juga oleh Pendeta Drona melalui Drona jatuh cinta kepada Rukmini, putri Prabu Bismaka, raja Kumbina, hingga terbawa dalam mimpinya. (karya herjaka HS 1842/2008) raja Duryudana, tetapi Rukmini berkeberatan. Untuk menolak lamaran Duryudana, Rukmini mengajukan sayembara. Bila Pendeta Drona dapat menjelaskan makna ungkapan “Sejatining Lanang” dan “Sejatining Wadon,” Rukmini sanggup diperisterinya. Rukmini berpendirian siapa yang mengerti makna ungkapan itu, itulah suaminya. Raja Bismaka mengumumkan pendirian Rukmini itu sebagai sayembara kepada semua pelamar, termasuk raja Duryodana.

Rukmana, anak raja Bismaka, disuruh memberi tahu kepada raja Duryudana di Ngastina. Setelah mendengar sayembara yang diminta oleh Rukmini, Pendeta Drona ingin menjelaskan ungkapan sayembara itu. Pendeta Drona berkata, bila ia berhasil mempersunting Rukmini, kerajaan Kumbina akan bersatu dengan Ngastina. Keluarga Pandhawa tidak akan minta bagian kerajaan Ngastina, karena hubungan persaudaraan mereka semakin erat. Raja Duryudana amat senang, maka keinginan Pendeta Drona didukung sepenuhnya. Pendeta Drona diijinkan pergi ke Kumbina, sejumlah warga Korawa disuruh membantunya. Pendeta Drona dan warga Korawa datang di Kumbina. Mereka dipimpin oleh raja Duryudana.

Raja Bismaka duduk di atas singgasana, dihadap oleh Patih Bisawarna, para menteri, hulubalang dan pembesar negara. Tengah mereka berbicara datanglah putra raja yang bernama Rukmana, kembali dari Ngastina dan Ngamarta. Rukmana melapor bahwa telah menjalankan tugas perintah raja, memberi tahu tentang sayembara kepada raja Duryudana dan mengundang kehadiran keluarga Pandhawa. Tidak lama kemudian Yudhistira, Bima, Nakula dan Sadewa datang menghadap raja. Arjuna tidak ikut hadir, karena bertugas menjaga negara.

Raja Bismaka memberitahu rencana perkawinan Rukmini dengan Pendeta Drona. Raja berkata, Rukmini sanggup diperisteri Pendeta Drona, bila teka–tekinya tepat ditebak maknanya. Sebelumnya warga Pandhawa telah tahu rencana perkawinan Rukmini dengan Pendeta Drona itu, maka kedatangan mereka telah membawa harta pesumbang berupa emas, ratna manikam dan pakaian kebesaran putri saja buatan Arjuna. Setelah selesai penyambutan, raja Bismaka dan Yudhisthira masuk ke istana. Bima, Nakula dan Sadewa diantar Rukmana ke balai peristirahatan. Mereka berjauhan dengan tempat tinggal warga Korawa. Kemudian Rukmana naik kuda memeriksa persiapan perhelatan, penghiasan istana dan kota sekitarnya.

Narayana berbincang-bincang dengan adiknya, Sumbadra. Sumbadra menyatakan kesedihan hatinya karena telah beberapa malam kakaknya selalu pergi sampai jauh malam. Narayana menjawab bahwa kepergiannya untuk berkunjung ke rumah para pegawai dan terhibur oleh macam-macam pertunjukan. Setiap Narayana hendak pergi, menangislah Sumbadra. Narayana menghiburnya, berlagu tembang kawi, bercerita kecantikan bidadari dan cerita yang lain. Setelah Sumbadra lengah tertidur, pergilah Narayana ke Kumbina, sedng Udawa disuruh menjaga adiknya.

Bagawan Abyasa di Wukir Retawu, duduk di wisma Wiyatasasana, dihadap para siswa. Sang Bagawan sedang menguraikan Aji Jaya Kawijayan. Tiba-tiba Arjuna datang bersama panakawan. Arjuna menghormat, lalu menyampaikan berita tentang sanak saudara dan rencana perkawinan putri Kumbina. Diceritakan bahwa sanak saudara telah hadir di Kumbina, dan Arjuna ingin menyepi di Wukir Retawu. Bagawan Abyasa tidak menyetujui sikap Arjuna itu. Disuruhnya Arjuna supaya menyusul ke Kumbina. Sang Bagawan yang bijaksana itu berkata, bahwa tidak lama lagi akan terjadi perang saudara. Arjuna terkejut mendengar kata sang bagawan, dikiranya akan terjadi perang Baratayuda. Ia mohon diri, Bagawa Abyasa merestuinya.

Arjuna dan panakawan meninggalkan pertapaan Wukir Retawu, menuju ke Kumbina. Di tengah hutan, mereka berjumpa dengan dua raksasa besar lagi dahsyat. Raksasa itu disuruh raja Wanasasomah untuk mencari dging manusia atas keinginan isteri raja yang hamil muda. Arjuna hendak ditangkap, sehingga terjadilah perkelahian hebat. Arjuna melepaskan panah, dua raksasa musnah, menjadi dewa Kamajaya dan bidadari Ratih. Arjuna datang menyembahnya. Kamajaya memberi tahu tentang perang yang akan terjadi. Yang terjadi bukan perang Baratayuda, tetapi Pandhawa dan Korawa akan terlibat di dalamnya. Setelah berpesan, Kamajaya dan Ratih naik ke Kahyangan.

Menantu Kresna Titisan Wisnu (Jati Diri Kepemimpinan Kresna)


Raja Bismaka duduk di atas singgasana, dihadap oleh Yudhistira, Bima, Nakula, Sadewa serta para menteri Negara Kumbina. Tidak beberapa lama, datanglah raja Duryodana mengawal Pendeta Drona, untuk melamar Dewi Rukmini. Raja menerima kedatangan mereka dengan hormat. Setelah mengutarakan maksudnya, Raja Bismaka memohon agar wakil dari pelamar yang dipimpin oleh Duryodana menebak makna teka-teki sayembara. Pendeta Drona menjelaskan makna teka-teki. Jawaban Pendeta Drona dianggap benar oleh raja Bismaka. Pendeta Drona disambut oleh raja, supaya masuk ke Taman Keputren, dikawal oleh Rukmana.

Rukmini menjadi kebingungan dan bersedih hati. Ia menganggap jawaban Pendeta Drona tidak benar, maka ia menangis di hadapan ibunya. Ia tidak bersedia dikawinkan dengan pendeta tua itu. Rukmana datang menghantar Pendeta Drona, Rukmini lari ketakutan. Rukmana kembali menghadap raja. Pendeta Drona hendak memeluk permasuri raja yang dikiranya Rukmini. Permaisuri pun lari menyembunyikan diri.
Rukmini meninggalkan istana Keputren, masuk ke Taman. Di Taman ia melihat Narayana, lalu didekatinya untuk minta perlindungan. Rukmini bercerita bahwa dirinya tidak bersedia diperisteri Pendeta Drona, karena ia telah jatuh cinta kepada Narayana. Narayana menyambut dengan senang hati dan sanggup melindunginya.
Pendeta Drona tiba di Taman. Narayana menyongsongnya dalam wujud raksasa besar. Narayana tiwikrama, melangkah menyergap sang pendeta. Pendeta Drona lari ketakutan, menghadap raja Bismaka dan berkata bahwa raksasa besar masuk di Taman dan membawa lari Rukmini.
Raja Bismaka mendengar laporan peristiwa dalam istana, lalu meminta bantuan Yudhistira dan Duryodana. Warga Korawa dan Pandhawa berusaha melawan raksasa besar itu. Raksasa mengamuk, Patih Sengkuni lari bersama warga Korawa. Yudhistira didorong-dorong maju menyerang, tetapi hanya diam, berdiri memandang lawannya. Bima cepat-cepat menyambut raksasa, sehingga sang raksasa mundur sembunyi di Taman. Bima pun menyerang tapi raksasa menghilang. Bima merusak Taman, mencari raksasa. Pandhawa dan Korawa yang hadir di Kumbina tidak mampu melawan raksasa besar itu.
Raja Bismaka berunding dengan Yudhistira, mereka menyayangkan ketidak hadiran Harjuna. Nakula disuruh mencarinya lalu kembali ke Ngamarta. Arjuna sedang menghadap Kunthi, lalu diberitahu oleh Nakula hal-ikhwal yang terjadi di Kumbina. Arjuna diminta menolong keselamatan negara Kumbina. Arjuna dan Nakula pin berangkat bersama menuju Kumbina.
Raja Bismaka menyambut kedatangan Arjuna. Setelah diberitahu maksud panggilannya, Arjuna pergi ke taman, tempat raksasa bersembunyi. Terjadilah perkelahian antara Arjuna dan Raksasa. Raksasa menghilang, dan dikabarkan mati oleh Arjuna..
Raja Duryodana tahu bahwa raksasa itu sebenarnya Kresna, lalu menyuruh agar Korawa menggempur Randhukumbala di Dwarawati. Sumbadra dan Udawa sedang asyik membicarakan kepergian Narayana. Warga Korawa datang menyerang, tetapi diusir oleh Udawa. Kemudian Arjuna datang menemui mereka berdua. Arjuna minta agar Udawa mencari Narayana, sebab akan dikawinkan dengan Rukmini di Kumbina. Sepeninggal Udawa ke Kumbina, Arjuna bercerita kepada Sumbadra bahwa Narayana mati dibunuhnya, karena melakukan pencurian di Kumbina. Sumbadra marah, lalu Arjuna diserangnya. Arjuna menyerah lalu diikat dan dibawa ke Kumbina. Sumbadra hendak menuntut kematian Narayana. Arjuna dan Rukmini harus dihukum mati karena mereka penyebab kematian kakaknya
Udawa menemui Kakrasana, lalu diajak pergi ke Kumbina, menunggui perkawinan Narayana dan Rukmini. Mereka menuju ke Kumbina.
Sumbadra menghadap raja Bismaka, menyerahkan Arjuna. Ia menuntut hukuman mati bagi Arjuna dan Rukmini. Raja menerima tuntutan Sumbadra, lalu disuruh menghadap permaisuri raja, minta agar Rukmini diserahkan kepadanya. Permaisuri raja menjawab bahwa Rukmini bersembunyi di Taman. Sumbadra datang ke Taman membawa keris terhunus. Dilihatnya Rukmini sedang duduk bersedih hati di Taman. Sumbadra mendekatinya, minta agar Rukmini menyerahkan diri. Setelah mengerti kedatangan dan maksud Sumbadra, Rukmini menyerah dan minta segera dibunuh. Ketika keris hendak ditikamkan ke dada Rukmini, Narayana datang menahannya. Sumbadra tercengang, Narayana ternyata tidak mati. Narayana minta agar Sumbadra dan Rukmini meninggalkan Taman.
Raja Duryodana datang menemui raja Bismaka, minta agar Pendeta Drona segera dikawinkan dengan Rukmini. Permaisuri berkata bahwa Rukmini tinggal di Taman. Warga Korawa pergi ke Taman tetapi tidak menemukan Rukmini, karena Rukmini dibawa lari Narayana. Warga Korawa mengamuk, Bima diminta memadamkan amukan itu. Warga Korawa berhasil diusir pergi dari Kumbina. Arjuna disuruh mencari Rukmini. Setelah bertemu, maka Arjuna, Rukmini dan Sumbadra menghadap raja Bismaka. Raja telah dihadap oleh Kakrasana, Yudhistira, Bima, Nakula, Sadewa dan warga Kumbina. Rukmini ditanya oleh raja, sungguhkah ia jatuh cinta kepada Narayana. Permasuri bercerita, bahwa telah lama anak perempuannya menerima balasan cinta dari Narayana. Permaisuri menginginkan menantu jelmaan Wisnu.
Kakrasana atas nama orang tua dan saudara minta maaf atas kesalahan adiknya. Kemudian, minta kerelaan raja untuk memperisterikan Rukmini dangan Narayana.

Perkawinan Narayana dengan Setyaboma (Jati Diri Kepemimpinan Kresna)


Setyajid, raja Lesanpura, duduk di atas singgasana, dihadap oleh Setyaki, Setyadarma dan pegawai istana. Raja memberitahu rencana perjodohan Setyaboma dengan Pendeta Drona di Sokalima. Tengah mereka berbicara datanglah Patih Prabawa, utusan dari kerajaan Mandura, menyampaikan surat dari Prabu Baladewa.

Isi surat menerangkan bahwa Erawati, istri raja Baladewa, jatuh sakit. Sekarang ia beristirahat di pesanggrahan Randhukumbala. Setyaboma didambakan kehadirannya untuk menjenguk Erawati. Patih Prabawa kembali ke Mandura. Raja Setyajid menemui permaisuri yang sedang duduk bersama Setyaboma. Raja memberi tahu tentang kabar Erawati yang sedang sakit, dan minta agar Setyaboma datang menjenguknya. Setyaboma dengan senang berangkat ke Randhukumbala. Setyaki dan Setyadarma mengiringnya.
Dikisahkan, raja Dwarawati yang bernama Yuda Kalakresna sedang jatuh cinta kepada Setyaboma. Raja itu menulis surat lamaran. Raksasa Kalarumba diperintahkan untuk menyampaikannya kepada raja Setyajid. Kalarumba berangkat, dikawal Togog dan Sarawita. Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan rombongan Lesanpura yang akan pergi ke Randhukumbala. Maka terjadilah perselisihan, raksasa Kalarumba lalu menyimpang, masuk ke hutan. Mereka takut menghadapi amukan Setyaki. Rombongan Lesanpura berlanjut ke Randhukumbala.
Telah lama Pamade tinggal di pertapaan Wukir Retawu. Bagawan Abiyasa menyuruh agar Pamade kembali ke Ngamarta. Pamade menurut perintah sang bagawan, lalu mohon restu berangkat ke Ngamarta. Para panakawan mengawalnya. Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan prajurit raksasa Dwarawati yang dipimpin oleh Kalarumba. Mereka saling bertanya, berselisih dan terjadilah perkelahian. Raksasa kalah. Togog dan Sarawita pun kembali ke Dwarawati.
Setyaboma dan rombongan tiba di pesanggrahan Randhukumbala. Mereka disambut oleh raja Baladewa. Setyaboma disuruh masuk ke istana keputren menemui Erawati, sedang Setyaki ditemui oleh raja Baladewa sendiri. Setelah masuk di istana keputren, Setyaboma terkejut bercampur takut, sebab yang dijumpai sakit bukan Erawati, melainkan Narayana. Setyaboma akan lari, tetapi ditahan Narayana. Narayana berkata bahwa sangat sayang bila Setyaboma yang gadis remaja akan dikawinkan dengan Pendeta Drona yang tua itu. Setyaboma jatuh cinta kepada Narayana. Mereka duduk berdampingan dan berjanji saling mencintai.
Sementara itu Setyaki mabuk oleh minuman sehingga tidak mengetahui peristiwa yang terjadi. Setelah sadar dan mengetahui tipu muslihat raja Baladewa dan Narayana, Setyaki pun menjadi marah. Ia hendak menyerang raja Baladewa. Raja Baladewa mengatakan bahwa tipu muslihat itu dilakukan demi terbebasnya Setyaboma dari tangan Korawa. Setyaki tidak setuju dengan akal demikian itu. Raja Baladewa diserangnya, tetapi sang raja berusaha menghindari perselisihan. Ketika Setyaki melihat Setyaboma duduk berdampingan dengan Narayana, hilanglah rasa marahnya. Ternyata Setyaboma mencintai Narayana. Ia menghormat dan minta maaf. Setyaki diutus ke Ngastina agar memberitahu kepada warga Korawa bahwa perkawinan Setyaboma harus melalui sayembara. Siapa yang mampu mengalahkan raja Baladewa dan mematahkan dua lengannya diperbolehkan memperistri Setyaboma.
Setyaki segera pergi ke Ngastina, menyampaikan sayembara yang harus dipenuhi oleh raja Duryudana dan Pendeta Drona. Kemudian Setyaki kembali ke Randhukumbala. Raja Duryodana mengijinkannya, beberapa warga Korawa disuruh membantunya. Setelah tiba di Randhukumbala, Pendeta Drona mengajukan permintaan bahwa para Korawalah yang mewakilinya. Raja Baladewa menerima usul Pendeta Drona. Ia menyuruh warga Korawa mengeroyoknya tapi ternyata Raja Baladewa tidak terkalahkan.
Pendeta Drona pun lari ke Ngamarta, menghadap raja Yudhistira. Pendeta Drona minta kesediaan Bima untuk mewakilinya mengikuti sayembara mengalahkan raja Baladewa. Raja Yudhistira mengijinkan, dan Bima menyanggupinya. Mereka meninggalkan Ngamarta, dan pergi menuju ke Randhukumbala. Pamade menyertainya. Raja Baladewa menerima kedatangan Bima, lalu mereka beradu kesaktian. Lama mereka berkelahi, akhirnya capai dan jatuh pingsan. Narayana dan Sumbadra datang dan menangisi Baladewa. Sedangkan Pamade menangisi Bima.
Tengah mereka bertangisan datanglah penjaga istana keputren, lalu memberi tahu bahwa Setyaboma dilarikan Raseksi. Baladewa dan Bima sadar, lalu mereka berunding untuk mengejar pencuri. Pamade ditugaskan mencari pencuri itu. Bima dan Narayana mengikutinya.
Setyaboma telah berhasil dibawa sampai Negara Dwarawati oleh Raseksi Rini. Kemudian diserahkannya kepada raja Yuda Kalakresna. Setyaboma disuruh masuk ke istana. Ketika masuk di istana, ternyata Narayana telah datang dan siap menyambutnya. Setyaboma disimpan dalam cincin Narayana. Raja Yuda Kalakresna menyerangnya, tetapi akhirnya mati terbunuh. Prajurit Dwarawati mengamuk namun dapat dipadamkan oleh Bima dan Pamade. Sang Hyang Narada datang, menjunjung perintah Sang Hyang Girinata, agar Narayana naik tahta di Dwarawati dengan gelar Prabu Kresna. Sang Hyang Narada kembali ke Kahyangan.
Narayana, Bima dan Pamade kembali ke Lesanpura dan menyerahkan Setyaboma kepada raja Setyajid. Raja mengijinkan putrinya, Setyaboma, dipersunting oleh Narayana.
Raja Duryodana yang kecewa lalu memerintahkan warga Korawa menyerang Lesanpura dan merebut Setyaboma. Serangan prajurit Korawa dilawan oleh Pamade dan Bima, maka seketika musuh kembali ke Ngastina.

Perkawinan Narayana dengan Jembawati (Jati Diri Kepemimpinan Kresna)


Para Pandhawa hidup menyamar di Wanamarta. Yudhisthira menyamar sebagai brahmana Dwijakangka, Bima menjadi algojo bernama Jagalbilawa, Arjuna menjadi guru tari bernama Kandhiwratnala, Nakula menjadi pemelihara kuda bernama Pinten atau Dama, Sadewa menjadi gembala bernama Tangsen atau Granti. Mereka membuka hutan bersama-sama atas perintah dan ijin Raja Wiratha. Di tengah hutan Arjuna ditemui oleh Bathara Kamajaya dan Dewi Ratih. Ia diberi tahu bahwa penyamaran Pandhawa telah diketahui oleh Korawa. Arjuna harus berhati-hati. Kemudian Bathara Kamajaya dan Dewi Ratih kembali ke Cakrakembang.
Arjuna bersama panakawan mengelana di hutan. Mereka bertemu dengan Narayana dan Udawa. Narayana bercerita tentang tapanya di tepi Bengawan Kantha, dan telah memperoleh wahyu, anugerah Sang Hyang Jagadpratingkah. Narayana hendak melanjutkan perjalanan ke Gandamadana, hendak menolong Resi Jembawan yang menderita sedih. Arjuna heran mendengar keinginan Narayana. Narayana bercerita, sejak akan bertapa ia telah melamar Jembawati, anak sang resi itu. Sekarang Jembawati hilang, mungkin dibawa lari oleh Raja Trisancaya, raja negara Sriwedari. Meskipun Jembawati telah dilamar oleh Narayana, tetapi Resi Jembawan dan Trijatha ingin memberikan Jembawati kepada raja Trisancaya, sebab ia pernah berhutang budi. Narayana mengajak Arjuna untuk mencari Jembawati. Arjuna menyanggupi. Udawa disuruh kembali ke Widarakandhang untuk memberi tahu kepada Kakrasana.
Narayana dan Arjuna tiba di negara Sriwedari. Mereka masuk ke taman. Raja Trisancaya sedang merayu Jembawati. Jembawati tidak menyambut cinta Raja Trisancaya. Ia menyiapkan keris di tangan. Bila dijamah ia ingin bunuh diri. Raja Trisancaya amat kecewa, lalu berusaha menakut-nakuti Jembawati. Setelah tidak berhasil Raja Trisancaya pergi. Seorang abdi perempuan ditugaskan untuk menungguinya.
Raja Trisancaya menemui Patih Pramastha, minta agar dicarikan harimau putih untuk menakut-nakuti Jembawati. Narayana mengetahui rencana raja itu. Ia lalu menyamar, berubah wujud menjadi harimau putih. Arjuna diminta menjadi gembala harimau itu. Harimau berjalan di hutan dikawal oleh Arjuna. Mereka berjumpa dengan Patih Prawastha dan pegawai istana. Arjuna pun ditanya nama dan asal harimau itu. Arjuna menjelaskan bahwa harimau itu bernama Narasinga, binatang peliharaan Basudewa, raja Mandura. Harimau diminta untuk Raja Trisancaya, dan akan diminta bantuan supaya membujuk Jembawati agar mau menjadi permaisuri raja. Arjuna menyanggupinya. Arjuna dan Narasinga dibawa masuk ke kerajaan Sriwedari.
Harimau dan Arjuna diterima oleh sang raja. Arjuna diminta untuk mengajarkan tari kepada isteri selir Raja Trisancaya dan adik raja bernama Ambarwati. Narasinga ditugaskan membujuk Jembawati, supaya bersedia menjadi permaisuri raja.
Jembawati sedang asyik berbicara dengan para abdi. Tiba-tiba melompatlah harimau putih mendekatinya. Jembawati dan para abdi berteriak ketakutan tetapi mereka tidak mau lari. Jembawati bahkan ingin mati dimakan harimau karena ia tidak mau diperisteri Raja Trisancaya. Narasinga mengerang dan menyapanya. Jembawati heran lalu mendatangi harimau itu dengan tenang. Ia semakin heran setelah Narasinga bersikap seperti manusia. Narasinga ditanya alasan kehadirannya ke Sriwedari. Dijawab olehnya bahwa ia ingin mengabdi raja. Raja Trisnancaya dipuji dan disanjungnya. Dikatakan sang raja sungguh baik hati, ambek paramarta. Sungguh bahagia puteri yang diangkat menjadi permaisuri raja. Jembawati menjawab, ia tidak ingin diperisteri sang raja. Lebih baik mati daripada melayani sang raja. Narasinga meyalahkan sikap Jembawati yang demikian itu. Bila Jembawati menginginkan tanpa selir, Narasinga sanggup mengusulkan agar selir raja diusir dari istana. Jembawati tidak ingin mengusir para selir, tetapi ia juga tidak mau diperisteri raja, sebab ia telah bertunangan kepada Narayana. Narasinga menanggapi bahwa Narayana adalah seorang pemuda jelek, bukan keturunan raja. Ia keturunan orang hina, anak Antagopa di Desa Widarakandang, pekerjaannya menggembala ternak. Sedang Trisancaya adalah keturunan raja yang berkuasa di Ngalengka. Bukankah Jembawati itu cucu Wibisana, Raja Singgelapura. Sudah selayaknya bila Jembawati menjadi isteri Trisancaya. Sangat keliru bila ingin bersuami Narayana penggembala kambing itu. Jembawati menjawab bahwa cintanya kepada Narayana bermodal cinta sejati. Ia tidak mau bermuka dua, lebih baik mati bila urung bersuami Narayana. Narasinga melanjutkan kata-kata bujukannya. Ia mengaku lebih mengerti asal-usul Narayana, dan mengaku abdi tersayang di kerajaan Mandura. Disarankan agar Jembawati mau diperisteri Raja Trisancaya, agar kelak tdak menyesal, sebab Narayana tidak mungkin membahagiakan hidupnya. Jembawati tetap pada pendiriannya. Ia ingin bersuami Narayana meskipun bukan raja, dan ia tidak ingin minta segala sesuatu kepadanya. Sungguh besar cinta
Jembawati kepada Narayana, tidak mungkin terbeli dengan emas dan kekayaan. Narasinga terlihat marah. Ia berkata akan menelannya, akan memakan tulang-tulangnya dan meminum darahnya.
Narasinga mengerang. Para abdi ketakutan, menangis dan meminta agar tuan puterinya mau diperisteri Raja Trisancaya. Jembawati tetap tenang dan berkata kepada Narasinga bahwa ia ikhlas dimakan, sebab sudah demikian itu tekadnya. Namun sebelum dimakan ia berpesan agar Narasinga memberi tahu kepada Narayana bahwa cintanya kepada Narayana tidak luntur oleh keduniawian dan bahaya yang datang dari kerajaan Sriwedari, tidak akan gugur karena jasa-jasa Raja Trisnancaya kepada ayahnya. Cinta kasihnya kepada Narayana tidak akan pudar oleh ancaman harimau yang amat buas. Jembawati minta ijin akan bersemedi sebelum dimakan harimau itu. Selama bersamadi ia akan berdoa, semoga Narayana mendapat isteri yang lebih cantik dan selalu selamat. Setelah selesai bersamadi ia bersedia untuk dimakan.
Jembawati bersamadi, Narasinga mendekatinya dalam rupa Narayana, lalu mencubit dan mencolek dagu Jembawati. Jembawati tidak menghiraukan, dirasanya Narasinga mencium hendak memakan dirinya. Para abdi tersenyum memandang adegan romantis itu. Jembawati membuka mata, tidak terlihat lagi harimau Narasinga. Yang dipandang hanyalah Narayana kekasih dan jantung hatinya. Mereka pun asyik berwawan asmara.
Raja Trisnancaya datang, Narayana telah berubah menjadi Narasinga. Jembawati duduk berpegang Narasinga seraya mengusap-usap leher harimau itu. Raja ini melihatnya lalu berkata bahwa dirinya kalah bagus, tidak dicintai oleh Jembawati. Narasinga berkata bahwa tidak lama lagi sang putri akan menyerah kepada raja, sanggup diperisterinya. Raja berkenan lalu pergi meninggalkan taman.
Arjuna dicintai oleh selir raja Trisnancaya. Ambarwati, adik raja pun juga jatuh cinta kepada Arjuna. Hal itu diketahui oleh sang raja. Ketika Arjuna bercumbu dengan Ambarwati, sang raja marah. Arjuna dilempar tombak, maka terjadilah perkelahian. Gempar di istana Sriwedari. Para panakawan membela keselamatan tuannya. Prajurit Sriwedari membantu perang. Narasinga mengambil kesempatan keluar dan menyerang prajurit Sriwedari. Prajurit Sriwedari lari tunggang langgang dan mencari persembunyian.
Narasinga kembali menjadi Narayana, kemudian bersama Jembawati, Arjuna dan Panakawan lari meninggalkan kerajaan Sriwedari, menuju ke pertapaan Gandamadana. Kedatangan Jembawati, Narayana dan Arjuna disambut oleh Resi Jembawan dan Trijatha.
Sang Hyang Narada datang bersama bidadari di pertapaan. Kedatangan mereka atas perintah Sang Hyang Jagadnata untuk mengawinkan Jembawati dengan Narayana. Resi Jembawan menyerah dengan kehendak Dewa. Perkawinan dan perjamuan mempelai dirayakan di Gandamadana. Setelah upacara Sang Hyang Narada dan para bidadari kembali ke kahyangan.
Raja Trisnancaya bersama prajurit berusaha menyerang Gandamadana dan merebut Jembawati. Tetapi Arjuna dan Kakrasana berhasil mengusir musuh kembali ke negaranya.
\ � j � A ��� rjuna. Setelah selesai penyambutan, raja Bismaka dan Yudhisthira masuk ke istana. Bima, Nakula dan Sadewa diantar Rukmana ke balai peristirahatan. Mereka berjauhan dengan tempat tinggal warga Korawa. Kemudian Rukmana naik kuda memeriksa persiapan perhelatan, penghiasan istana dan kota sekitarnya.

Narayana berbincang-bincang dengan adiknya, Sumbadra. Sumbadra menyatakan kesedihan hatinya karena telah beberapa malam kakaknya selalu pergi sampai jauh malam. Narayana menjawab bahwa kepergiannya untuk berkunjung ke rumah para pegawai dan terhibur oleh macam-macam pertunjukan. Setiap Narayana hendak pergi, menangislah Sumbadra. Narayana menghiburnya, berlagu tembang kawi, bercerita kecantikan bidadari dan cerita yang lain. Setelah Sumbadra lengah tertidur, pergilah Narayana ke Kumbina, sedng Udawa disuruh menjaga adiknya.

Bagawan Abyasa di Wukir Retawu, duduk di wisma Wiyatasasana, dihadap para siswa. Sang Bagawan sedang menguraikan Aji Jaya Kawijayan. Tiba-tiba Arjuna datang bersama panakawan. Arjuna menghormat, lalu menyampaikan berita tentang sanak saudara dan rencana perkawinan putri Kumbina. Diceritakan bahwa sanak saudara telah hadir di Kumbina, dan Arjuna ingin menyepi di Wukir Retawu. Bagawan Abyasa tidak menyetujui sikap Arjuna itu. Disuruhnya Arjuna supaya menyusul ke Kumbina. Sang Bagawan yang bijaksana itu berkata, bahwa tidak lama lagi akan terjadi perang saudara. Arjuna terkejut mendengar kata sang bagawan, dikiranya akan terjadi perang Baratayuda. Ia mohon diri, Bagawa Abyasa merestuinya.

Arjuna dan panakawan meninggalkan pertapaan Wukir Retawu, menuju ke Kumbina. Di tengah hutan, mereka berjumpa dengan dua raksasa besar lagi dahsyat. Raksasa itu disuruh raja Wanasasomah untuk mencari dging manusia atas keinginan isteri raja yang hamil muda. Arjuna hendak ditangkap, sehingga terjadilah perkelahian hebat. Arjuna melepaskan panah, dua raksasa musnah, menjadi dewa Kamajaya dan bidadari Ratih. Arjuna datang menyembahnya. Kamajaya memberi tahu tentang perang yang akan terjadi. Yang terjadi bukan perang Baratayuda, tetapi Pandhawa dan Korawa akan terlibat di dalamnya. Setelah berpesan, Kamajaya dan Ratih naik ke Kahyangan.

Permusuhan Narayana dengan Kangsa (Jati Diri Kepemimpinan Kresna)


Kresna banyak terlibat dalam beberapa cerita, berkedudukan sebagai tokoh sampingan, tokoh pelengkap dan tokoh utama. Berikut ini beberapa cerita yang melibatkan Kresna sabagai tokoh utama. Cerita permusuhan Narayana dengan Kangsa dimuat dalam beberapa cerita atau lakon. Antara lain dalam cerita Kangsadewa, Kangsa Adu Jago dan Kangsa Adu-adu. Isi ketiga cerita itu hampir sama, yaitu cerita sejak Kangsa merebut atau meminta Kerajaan Mandura dari kekuasaan Basudewa. Kemudian kerajaan itu berhasil direbut kembali oleh Kakrasana (nama Baladewa sewaktu muda) dan Narayana (nama Kresna sewaktu muda). Isi ringkas yang dimuat dalam cerita Kangsadewa sebagai berikut:
Pada suatu ketika Raja Basudewa pergi berburu ke Hutan Kumbina. Sepeninggal raja ke hutan, datanglah raja Gorawangsa dari Negara Guwabarong yang menyamar wujud Basudewa masuk ke istana Mandura. Basudewa palsu tersebut berhasil memikat isteri Basudewa asli yang bernama Maherah.
Dikisahkan bahwa Basudewa yang sedang dalam medan perburuan di hutan berhasil membunuh harimau putih dan naga. Namun hati Sang Raja merasa tidak enak, lalu menyuruh Harya Prabu Rukma kembali ke istana untuk menyelidiki jika ada hal-hal yang tidak beres. Ternyata benar apa yang dikhawatirkan Raja Basudewa. Istana keputrian kemasukan penjahat yang menyamar sebagai Basudewa dan berhasil menggauli Maherah. Basudewa palsu berhasil dimusnahkan oleh Harya Prabu Rukma sehingga kembali berwujud Gorawangsa.
Harya Prabu Rukma kembali ke hutan Kumbina, melapor peristiwa yang terjadi di istana. Setelah mengerti perbuatan Gorawangsa dengan Maherah, raja Basudewa menyuruh agar Maherah dibunuhnya. Harya Prabu Rukma mendapat tugas untuk membunuhnya. Maherah dibawa ke hutan. Namun setelah sampai di hutan, Harya Prabu Rukma tidak sampai hati membunuh Maherah, lalu ditinggalkannya ia di tengah hutan.
Sepeninggal Harya Prabu Rukma, Bagawan Anggawangsa datang dan membawa Maherah ke Pertapaan Wisarengga. Di pertapaan, Maherah melahirkan bayi laki-laki berujud raksasa. Setelah melahirkan, Dewi Maherah meninggal dunia. Bayi itu diberi nama Kangsa, yang dipelihara sampai dewasa. Setelah dewasa Kangsa menanyakan ayahnya kepada Bagawan Anggawangsa. Sang Begawan menerangkan bahwa Kangsa adalah anak Maherah, isteri raja Mandura. Diceritakan bahwa ibu Kangsa meninggal setelah melahirkan, dan Kangsa dipungut oleh Bagawan Anggawangsa. Kemudian Kangsa diminta pergi ke Mandura. Suratimantra yang berkuasa di Guwabarong hendak membalas kematian Gorawangsa, ingin menghancurkan kerajaan Mandura. Ia kemudian menyiapkan prajurit untuk menyerang kerajaan Basudewa. Kangsa sampai di Gowardana dan berjumpa dengan Ugrasena. Kangsa berkata ingin menghadap raja Basudewa. Dengan kata-kata manis Ugrasena berjanji akan menghantar Kangsa menghadap raja, tetapi diminta supaya mengusir musuh yang menyerang kerajaan Mandura. Kangsa menyanggupinya. Ia lalu pergi melawan perajurit Suratimantra. Setelah Suratimantra tahu yang dihadapi Kangsa, ia mengira Kangsa adalah anak Gorawangsa. Suratimantra menyerah tanpa berperang, lalu dibawa menghadap Basudewa. Ugrasena bercerita tentang musuh yang datang dan pimpinan perajurit bernama Suratimantra menyerah kalah. Basudewa gentar menghadapi Kangsa. Kangsa diaku anak dan dinobatkan menjadi Adipati Sengkapura bergelar Kangsadewa, sedangkan Suratimantra diangkat menjadi patih di Sengkapura.
Adipati Kangsadewa tahu bahwa raja Basudewa mempunyai tiga anak bernama Kakrasana, Narayana dan Bratajaya. Mereka diasuh oleh Demang Antagopa dan Nyai Sagopi di Widarakandang. Adipati Kangsadewa menyuruh Kala Akura dan para prajurit untuk menyerang Widarakandang, dan menangkap tiga anak Basudewa. Prajurit Sengkapura yang dipimpin oleh Kala Akura menyerang Widarakandhang. Kebetulan Kakrasana dan Narayana sedang pergi ke pertapaan. Demang Anantagopa ditangkap dan dibunuh, namun Bratajaya dan Larasati berhasil dibawa lari oleh Nyai Sagopi. Nyai Sagopi, Bratajaya dan Larasati berjumpa Arjuna. Mereka minta perlindungan. Raksasa yang mengejar mereka musnah oleh Arjuna. Setelah bebas dari serangan raksasa mereka sepakat untuk mencari Kakrasana dan Narayana. Kangsadewa ingin merebut tahta kerajaan Mandura. Suratimantra menyarankan agar mengajak mengadu manusia. Suratimantra sanggup menjadi jago, dan taruhannya negara. Kangsadewa menyetujui usul Suratimantra, lalu berkirim surat kepada raja Basudewa. Dalam surat itu Kangsadewa mengajak mengadu jago, taruhannya negara. Basudewa gentar menghadapi Kangsadewa, sehingga tanpa dipertimbangkan permintaan Kangsadewa disanggupinya. Harya Prabu Rukma diminta pergi mencari jago. Harya Prabu Rukma menyanggupinya, lalu mohon pamit akan mencari anak Pandhu. Di tengah perjalanan ia berjumpa dengan Bratasena yang sedang mencari Arjuna. Bratasena dibujuk oleh Harya Prabu Rukma untuk menjadi jago melawan Suratimantra. Bratasena pun sanggup diajak ke Mandura.

Rama Nitis (Jati Diri Kepemimpinan Kresna)


Darmakusuma duduk dihadap oleh Kresna, Wrekodara, Nakula, Sadewa, Samba dan Satyaki. Mereka membicarakan nasib Gathotkaca. Tiba-tiba Gathotkaca jatuh dari angkasa. Mengerang kesakitan, ia merangkak menghadap raja Darmakusuma. Kemudian Harjuna datang. Raja meminta agar Arjuna segera menolong Gathotkaca. Arjuna pun mengambil anak panah yang bersarang di perut Gathotkaca dengan anak panah pula. Maka Gathotkaca sembuh kembali. Kresna ingat perjanjian yang diberikan oleh Ramawijaya dan Lesmana. Ia lalu minta ijin pergi bersama Arjuna ke Pancawati.
Di Pancawati, Ramawijaya, Lesmana dan Sugriwa tengah menanti kedatangan Anoman. Kemudian Anoman datang bersama Resi Brangtalaras. Ramawijaya minta kesediaan sang resi untuk menyembuhkan penyakit Sinta. Sang resi mendekati Sinta. Setelah diusap dahinya, sembuhlah penyakit Sinta. Lalu Sinta diserahkan kepada Ramawijaya. Resi Brangtapernali datang menghadap Ramawijaya. Dalam pertemuan itu Ramawijaya ingin menghadiahkan kerajaan Pancawati kepada Resi Brangtalaras sebagai upah pengobatan. Maka Resi Brangtalaras pun menjadi raja, sedangkan Resi Brangtapernali menjadi patihnya.
Raja Brangtalaras duduk di balai penghadapan, kemudian Cocakrawun datang menghadap, melapor kedatangan musuh dari Ngamarta. Patih Brangtapernali diminta menyambut kedatangan musuh. Maka Patih Brangtapernali terjun perang melawan warga Pandhawa. Ternyata Wrekodara, Arjuna Gathotkaca dan Satyaki tidak mampu melawan amukan Brangtapernali. Kresna segera datang menolong, dan senjata Cakra dilepaskan. Terkena Cakra, Brangtapernali berubah menjadi Srikandi. Raja Brangtalaras datang bersama Sinta. Kemudian Kresna melepaskan cakra. Terpanah Cakra, Brangtalaras berubah menjadi Sumbadra. Sedangkan Sinta lenyap setelah dicakra, menyatu dalam tubuh Sumbadra.
Bathara Guru, Bathara Narada, Bathara Panyarikan, Sambu dan Korawa berunding di Kahyangan. Bathara Guru menugaskan Bathara Narada supaya turun ke Marcapada. Anoman disuruh bertapa di Kendalisada, Wibisana diminta memerintah negara Singgela, sedangkan raja Sugriwa dan prajuritnya diminta agar masuk ke api korban, masuk ke Nirwana. Bathara Narada pun turun ke Marcapada.
Ramawijaya, Lesmana, Wibisana, Sugriwa, Anoman dan Anggada berbicara tentang persahabatan mereka dengan raja Brangtalaras dan Brangtapernali. Tengah mereka berbicara, datanglah Cocakrawun yang memberi tahu bahwa Brangtalaras dan Brangtapernali hilang di medan perang. Demikian juga Sinta.
Ramawijaya marah, lalu pergi ke medan perang. Kresna menyambut kehadiran Ramawijaya. Terjadilah perkelahian, tetapi tidak ada yang kalah. Ramawijaya ingat, pernah berjanji akan bersatu dengan manusia jelmaan Wisnu. Maka Ramawijaya bersatu dengan Kresna. Lesmana membela Ramawijaya, lalu berperang melawan Arjuna. Akhirnya Lesmana menyatu bersama Arjuna. Ternyata Arjuna tidak sanggup bersatu dengan Lesmana sehingga Lesmana dilepas dan menjelma ke dalam Baladewa. Tapi kemudian Lesmana lepas dari Baladewa, dan ingin menjelma kembali pada Arjuna. Arjuna sanggup menerima, tetapi menolak sikap wadatnya.Anoman bergulat dengan Gathotkaca. Bathara Narada datang melerai, Anoman disuruh bertapa di Kendhalisada. Kemudian Bathara Narada menemui Wibisana dan menyuruh supaya menjaga negara Singgela. Setelah damai, semua perajurit dan warga Pandhawa oleh Kresna diminta kembali ke Ngamarta.Raja Darmakusuma dihadap oleh Kresna, Wrekodara, Arjuna, Nakula, Sadewa, Gathotkaca dan Satyaki. Mereka menyambut kehadiran Sumbadra dan Srikandi.Sugriwa dan prajurit kera yang setia datang menyerang kerajaan Ngamarta. Wrekodara, Gathotkaca dan Satyaki ditugaskan mengusir perajurit kera itu. Sang Hyang Narada datang menemui perwira prajurit kera. Mereka dikumpulkan kemudian disuruh masuk ke perapian agar masuk nirwana. Kera-kera kecil banyak yang mati oleh prajurit Ngamarta yang dipimpin oleh Wrekodara.Kerajaan Ngamarta telah aman dan tenteram. Raja Darmakusuma mengadakan pesta besar bersama warga Pandhawa.

Wahyu Makutharama (Jati Diri Kepemimpinan Kresna)


Duryodana raja Ngastina duduk di atas singgasana, dihadap oleh Baladewa raja Mandura, Basukarna, Pendeta Drona, Patih Sakuni dan beberapa pegawai kerajaan Ngastina. Mereka membicarakan wahyu yang akan turun ke dunia. Raja Duryodana ingin memperoleh wahyu itu, lalu minta agar Adipati Karna bersedia mewakili untuk mencarikannya. Adipati Karna bersedia, lalu pergi bersama Patih Sakuni dan beberapa warga Korawa meninggalkan istana. Prajurit Korawa ikut mengawal perjalanan mereka.

Kresna menjadi pertapa bernama Bagawan Kesawasidi, bertempat di pertapaan Kutharunggu. Sang Bagawan dihadap oeh Anoman, Resi Maenaka, Yaksendra dan Gajah Setubanda. Adipati Karna dan Patih Sakuni datang menghadap sang Bagawan, minta Wahyu Makutharama yang sekarang ada pada Bagawan Kesawasidi. Bagawan Kesawasidi mengaku bahwa wahyu tidak ada pada dirinya. Adipati Karna tidak percaya, maka terjadilah perselisihan. Adipati Karna menyerang, tetapi dilawan oleh Yaksendra dan Yajagwreka. Bagawan Kesawasidi tidak senang melihat pertengkaran itu, maka Resi Anoman diminta melerainya. Adipati Karna melepas panah Wijayandanu, tapi panah ditangkap oleh Resi Anoman. Panah diserahkan kepada Bagawan Kesawasidi. Adipati Karna putus asa, tidak melanjutkan perkelahian. Bagawan Kesawasidi menyalahkan sikap Anoman. Resi Anoman merasa salah, lalu minta petunjuk. Resi Anoman disuruh bertapa di Kendhalisada. Resi Anoman kemudian kembali ke Kendhalisada.
Arjuna dan panakawan menjelma menjadi seorang begawan, dan sekarang ingin bersatu dengan Hyang Suksma Kawekas. Selama bersamadi ia mendapat petunjuk agar menemui Bagawan Kesawasidi. Bagawan Wibisana menghadap Bagawan Kesawasidi di Kutharunggu. Ia minta penjelasan cara mempersatukan diri dengan Hyang Suksma Kawekas. Bagawan Kesawasidi keberatan untuk menjelaskannya, lalu terjadi perkelahian. Bagawan Kesawasidi dipanah Wibisana dengan panah pemberian Ramawijaya. Seketika Bagawan Kesawasidi berubah menjadi raksasa besar dan dahsyat. Bagawan Wibisana menghormat dan minta ampun. Bagawan Kesawasidi kembali ke wujud semula, lalu bersamadi. Bagawan Wibisana ikut bersamadi. Setelah selesai, Bagawan Kesawasidi minta agar Bagawan Wibisana membuka jalan untuk air suci. Bagawan Wibisana mendapat air suci, lalu akan kembali ke sorga. Di tengah perjalanan ia melihat penderitaan suksma Kumbakarna. Suksma Kumbakarna mengganggu suksma Wibisana. Maka suksma Kumbakarna disuruh mencari Wrekodara di Marcapada.
Wrekodara mencari saudara-saudaranya. Di tengah jalan ia digoda oleh suksma Kumbakarna. Wrekodara marah, mengamuki Kumbakarna yang kadang-kadang tampak, kadang-kadang hilang. Akhirnya suksma Kumbakarna masuk ke betis Wrekodara sebelah kiri. Kemudian Wrekodara pun melanjutkan perjalanan.
Arjuna menghadap Bagawan Kesawasidi di Kutharunggu. Bagawan Kesawasidi tahu bahwa Arjunalah yang pantas ditempati Wahyu Makutharama. Bagawan Kesawasidi memberi nasihat dan menyampaikan ajaran Rama kepada Wibisana yang disebut Hasthabrata. Setelah selesai memberi wejangan dan ajaran, Bagawan Kesawasidi menyerahkan senjata Kunta kepada Arjuna. Arjuna menerima Kunta, menghormat, lalu pergi mendapatkan Karna.
Arjuna menemui Karna, menyerahkan senjata Kunta. Karna menerima senjata, kemudian berkata ingin memiliki Wahyu Makutharama. Arjuna mejelaskan makna wahyu itu, dan berkata bahwa dirinya yang memilikinya. Karna ingin merebut wahyu tersebut, maka terjadilah perkelahian di antara mereka. Karna merasa tidak mampu lalu mengundurkan diri. Arjuna kembali ke pertapaan Kutharunggu. Wrekodara telah datang menghadap Bagawan Kesawasidi. Tiba-tiba datang dua kesatria bernama Bambang Sintawaka dan Bambang Kandhihawa. Mereka ingin menaklukkan Bagawan Kesawasidi dan Arjuna. Akhirnya terjadi perang tanding. Bagawan Kesawasidi melawan Bambang Sintawaka, Arjuna melawan Bambang Kandhihawa. Bagawan Kesawasidi berubah menjadi Kresna, Bambang Sintawaka menjadi Sembadra, dan Bambang Kandihawa menjadi Srikandi.
Mereka senang dapat bertemu dan bersatu kembali, kemudian kembali ke negara, berkumpul di Ngamarta.

FREE DOWNLOAD

Canvas 12

 Subscribe in a reader